#Muchtar Muin Mallarani
Asia-Pasifik
merupakan kawasan yang berada pada belahan dunia bagian timur yang
mencakup negara-negara Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan dan
Oseania termasuk Australia. Kawasan ini memainkan peran signifikan
semenjak kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara Asia Timur;
Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Cina serta keberhasilan pembangunan
ekonomi negara-negara Asia Tenggara pasca krisis moneter dan
perubahan arah kebijakan politik dan ekonomi Australia yang semakin
mendekatkan diri ke Asia telah menjadikan kawasan ini tumbuh
berkembang, dinamis, maju dan berpengaruh, baik secara geopolitik
maupun secara geoekonomi di dunia.
Fenomena
Keajaiban Asia
Fenomena Kebangkitan
Asia telah membuat banyak pengamat politik dan ekonom dunia menyebut
abad ke-21 sebagai Abad Asia. Salah satu diantaranya ialah John
Naisbitt. John Naisbitt dalam bukunya yang laris terjual Megatrends
Asia: Eight Asian Megatrends that are Reshaping Our World,
menulis bahwa;
Today, global
forces are forcing us to confront a new reality: the rise of the
East. It is becoming apparent to the East and to some in the West
that we are moving toward the Easternization of the world. In the
global context, the West is still important, but no longer dominant.
The global axis of influence has shifted from West to East.
Pernyataan
John Naisbitt ini merupakan wujud kekaguman Barat terhadap realitas
Kebangkitan Timur. Sebagai seorang ekonom dan analis ekonomi-politik,
ia merasakan sendiri fenomena Keajaiban Asia; bagaimana wajah Asia
berubah, bagaimana bangsa-bangsa Timur ini berhasil memakmurkan
bangsanya dan memajukan negaranya serta menjadikan kawasan Asia
sebagai jantung dunia kontemporer. Naisbitt mengakui terjadinya
gejala Easternization pada dunia dimana Asia memainkan kartu
as global baik secara geopolitik, geoekonomi dan geostrategi di
dunia.
Fenomena Keajaiban
Asia turut mempengaruhi dinamika politik internasional. Kemajuan Asia
Timur telah mengubah cara pandang dan kebijakan luar negeri
negara-negara besar di kawasan Asia-Pasifik yang memiliki pengaruh
dan kepentingan baik secara geopolitik, geoekonomi dan geostrategi di
kawasan ini utamanya negara-negara besar seperti Australia, Amerika
Serikat, Jepang dan Cina. Hal ini dapat diamati dari kebijakan luar
negeri Australia yang semakin mendekatkan diri pada Asia utamanya
Asia Tenggara. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat pasca kemenangan
Barack Obama 2008 lalu yang melakukan kunjungan luar negeri pertama
melalui Menlu Hilarry Clinton ke empat negara Asia; Indonesia,
Jepang, Korea Selatan dan Cina. Dorongan besar Jepang untuk
meningkatkan kapabilitas militernya serta agresifitas Cina dalam
membentengi garis-garis perbatasan negaranya serta memainkan pengaruh
luar negerinya melalui serangkaian kerjasama dengan negara-negara
tetangga di barat melalui kerjasama Shanghai Cooperation
Organization (SCO) dan tenggara melalui pembentukan Greater
Mekong Sub-region (GMS). Kondisi inilah yang sekarang mewarnai
dinamika politik dan strategi di kawasan Asia-Pasifik yang memerlukan
kajian mendalam untuk menelaahnya baik untuk kepentingan stabilitas
kawasan maupun untuk kepentingan analisis geopolitik dan geostrategi
negara-negara besar tersebut di kawasan Asia-Pasifik.
Konstelasi
Politik Kawasan
Kemajuan ekonomi dan
stabilitas moneter negara-negara Asia-Pasifik tidak serta merta
dibarengi pula dengan stabilitas politik antar negara dan kawasan,
namun sebaliknya beragam masalah turut mewarnai dinamika kehidupan
politik negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Konflik perbatasan
antar negara, sengketa kepemilikan pulau, klaim penguasaan wilayah,
ancaman disintegrasi bangsa dan gerakan separatis kemerdekaan dalam
negeri serta disharmonisasi dan rasa kecurigaan antar negara dalam
hubungan bertetangga dua negara adalah serangkaian masalah yang
menghiasi pemberitaan di media massa, menjadi kajian analisis bagi
para penstudi Hubungan Internasional dan bahan evaluasi diplomasi
bagi para diplomat dan politisi di hampir semua negara-negara di
kawasan ini. Konflik perbatasan antar negara kerap terjadi antara
Indonesia-Malaysia serta antara Thailand-Kamboja. Sengketa
kepemilikan pulau melibatkan Jepang-Cina serta Cina-Taiwan
bersengketa. Klaim penguasaan wilayah Sabah oleh Filipina terhadap
Malaysia serta Laut Cina Selatan oleh Cina terhadap negara-negara
Asia Tenggara kerap mengganggu stabilitas kawasan. Pergerakan
separatis dan perjuangan kemerdekaan berdengung di wilayah
Papua-Indonesia, Mindanao-Filipina, Thailand Selatan-Thailand,
Rohingya-Myanmar, serta Taiwan dari Cina. Disharmonisasi dan
kecurigaan antar negara tetangga masih saja menghinggapi mindset
masyarakat dan pemerintah negara Korea Selatan terhadap Korea Utara,
Cina terhadap Jepang, Kamboja terhadap Vietnam, serta Australia
terhadap Indonesia dan juga negara-negara kepulauan Pasifik terhadap
Indonesia. Ragam masalah ini menjadi persoalan utama di semua negara
dan organisasi kawasan dan menjadi bahan evaluasi dan masukan dalam
perumusan kebijakan baik dalam menyikapi politik domestik maupun
hubungan luar negeri masing-masing negara.
Pelajaran
untuk Indonesia
Menyikapi dinamika
hubungan internasional yang terjadi di kawasan Asia-Pasifik dapat
menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Diantara negara-negara
Asia-Pasifik, Indonesia merupakan negara dengan tingkat potensialitas
konflik dan ancaman disintegrasi yang paling potensial. Keberagaman
suku bangsa, agama, ras, dan kebudayaan serta tinggalan sejarah
kolonial dalam pembagian kekuasaan adalah ragam potensialitas ancaman
tersebut. Selain itu, Indonesia merupakan negara berkaki dua dimana
satu kakinya berada di Asia dan satunya lagi berada di Pasifik yang
secara geografis berada pada posisi sentral dari letak geografis
negara-negara besar di kawasan Asia-Pasifik, yaitu Australia di
selatan, Amerika Serikat di timur, Jepang dan Cina di utara serta
India di barat. Semua ini sepatutnya menjadi acuan dalam menyikapi
dinamika hubungan internasional di kawasan Asia-Pasifik.
Pasca lepasnya Timor
Timur dari Indonesia yang membentuk negara sendiri, keinginan kuat
yang sama hampir terjadi di beberapa daerah di Kawasan Timur
Indonesia seperti Papua dan Maluku Selatan. Masalah ini kurang
mendapatkan perhatian khusus dan tidak didukung oleh strategi
nasional untuk mengatasi masalah yang timbul. Selain itu, Indonesia
tidak menganggap Australia sebagai negara yang penting dalam
kebijakan luar negerinya. Meskipun secara geografis bertetangga dan
Australia memiliki posisi sebagai negara industri dan kekuatan
menengah di kawasan Asia-Pasifik, akan tetapi kedudukan Australia
dari segi kepentingan diplomasi nya berada di bawah tingkatan
negara-negara anggota ASEAN. Dari segi kepentingan luar negeri
Indonesia, posisi kedua setelah ASEAN ditempati oleh Amerika Serikat,
kemudian Jepang dan Eropa Barat. Posisi Australia tidak dipandang
dalam skala kebijakan luar negeri Indonesia sehingga luput dari
perancangan politik luar negeri Indonesia.
Selain itu,
pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Luar Negeri khususnya
kurang mempertimbangkan posisi, peran, dan pengaruh Australia di
kawasan Oseania yang menjadi pemimpin, motivator dan penggerak
negara-negara Kepulauan Pasifik dalam menyikapi setiap isu-isu lokal
dan masalah Hak Asasi Manusia (Human Right) yang berkaitan
dengan Papua, Maluku dan Timor yang suatu waktu bisa saja mendukung
dan mengkampayekan masalah mereka atas nama Persaudaraan Melanesia
guna mencapai persatuan Pan-Melanesia di bawah pengaruh kepentingan
dan dominasi Australia. Kondisi ini, sekali lagi wajib
dipertimbangkan pemerintah Indonesia dalam merumuskan arah dan
strategi kebijakan luar negeri Indonesia terhadap negara-negara
Kepulauan Pasifik dan terutama dalam hubungan diplomasi dan kerjasama
dengan Australia sebagai pemegang kunci as kedaulatan NKRI di timur
Nusantara.