Senin, 19 Desember 2011

JANGAN DIKTE KAMI!

(SEBUAH PESAN AFRIKA UNTUK DUNIA)



Afrika, benua tua yang boleh dibilang paling eksotik. Benua ini menyimpan ragam kekayaan mineral, menghadirkan eksotisme panorama alam, dan keanekaragaman budaya, busana, bahasa, kearifan lokal, dan tradisi. Benua yang memberikan pelajaran pada manusianya dengan pergulatan dan perjuangan untuk hidup dari iklim, cuaca, topografi dan demografi yang berbeda; gurun di utara, hutan hujan tropis di tengah dan savana di selatan.
Gambar 1. Topografi Benua Afrika
 Namun, sesuatu yang berharga menjadikan benua ini ladang perebutan hegemoni penguasaan dan pengelolaan sumber daya alamnya. Afrika kaya akan emas (66% dunia), platinium (35%), vanadium (43%), mangan (16%) dan sumber-sumber minyak. Dengan kekayaannya itu, Afrika menjadi incaran negara-negara lain terutama Barat: Eropa dan Amerika. Walaupun demikian, dalam hal ketersediaan pangan, sandang dan papan jauh dari kehidupan yang layak. Kekeringan, kelaparan, kemiskinan, dan keterbelakangan seakan telah melekat pada stigma Afrika.    

Benua Afrika juga merupakan benua yang sulit dimengerti. Afrika penuh dengan kontras tajam, baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik. Dibandingkan dengan benua lain, Afrika ketinggalan di berbagai bidang.

Proposal Barat

Kenyataan tentang kehidupan Afrika telah membuat dunia tersentuh. Bantuan dalam ragam bentuknya pun mengalir ke Afrika. Dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2000, para pemimpin dunia bertekad untuk mengurangi jumlah kemiskinan dan keterbelakangan dengan memberikan bantuan pembangunan berupa akses kebutuhan dasar, pelayanan kesehatan, pendidikan dasar, sanitasi dan penghijauan. Juga menyangkut pembangunan berkelanjutan yang mengandung banyak aspek: ekonomi, kehidupan sosial, demokratisasi dan lingkungan. Salah satu kuncinya, negara kaya (Eropa dan Amerika) memenuhi janjinya untuk memberi 0,7% GDPnya untuk pembangunan di negara berkembang terutama Afrika.

Gambar 2. Afrika di Mata Dunia
Sebuah proposal Barat yang menghadirkan dirinya pasca kolonial sebagai “penyelamat” dan seperti era kolonial yang menegaskan kehadirannya sebagai “tugas kaum Putih”. Kita memang patut mengapresiasi kedermawanan Barat. Namun, dibalik proposal ini ada agenda lain yang telah direncanakannya. Ya, proposal Barat mengharuskan Afrika menuruti cara-cara Barat, kehidupan Barat, sistem Barat dan kemauan Barat. Sehingga, dalam perkembangannya, jelas terlihat ada ketidakcocokan, kesalahpahaman atau mungkin kepahamsalahan Barat dalam memahami Afrika. Hal inilah yang memunculkan ketidaknyamanan Afrika sehingga menimbulkan perlawanan.

Kepemimpinan dan Perlawanan
Gambar 3. Moammar Khadafi
Afrika seakan identik dengan proposal Barat. Era pasca kolonial, kemerdekaan sebagian besar negara-negara Afrika merupakan desain dekolonisasi Barat. Pembangunan politik (demokratisasi) dan model pembangunan ekonomi mengacu pada sistem Barat guna mendapatkan pinjaman modal pembangunan negara. Kebijakan luar negeri pun mesti berada di poros Barat. Tidak sedikit memang yang berhasil mengekor dan hormat pada Barat, namun, tak sedikit pula yang dengan berani melawan hegemoni Barat di Afrika.
Gambar 4. Gamal Abdel Nasser

Sosok tokoh seperti Gamal Abdul Nasser di Mesir, Kwame Nkrumah dari Ghana, dan Patrice Lumumba dari Kongo hingga Moammar Khadafi dari Libya yang menerapkan gaya kepemimpinan yang menjauh dari Washington. Perlawanan dilakukan karena mereka menganggap Barat terlalu mendikte mereka. 

Gambar 5. Patrice Lumumba
Bagi mereka, Afrika mempunyai budaya politik yang beda, sistem ekonomi yang mengedepankan sosialisme ala Afrika, dan menginginkan pembangunan yang membebaskan (Development as Freedom).  Mungkin Barat salahpaham ataukah pahamsalah dalam memahami kearifan lokal Afrika dan terlalu memaksakan kehendaknya yang kurang mengadaptasikan dengan kebudayaan setempat. 

Memahami Afrika
Para pemimpin Afrika yang kharismatik tentu telah berulang-ulang mengkampayekan kemandirian Afrika dan persatuan menuju Afrika yang mandiri dan bermartabat. Memahami Afrika memang perlu bagi setiap pelaku kebijakan, bisnis, relawan, dan dermawan, baik negara, korporatokrasi, maupun perorangan.

Ada beberapa pelajaran penting yang sangat berharga yang bisa menjadikan kita lebih memahami Afrika.

(1) Pendekatan Sejarah
Gambar 6. Afrika & Peradabannya
Afrika memiliki sejarah yang panjang, dari ketuaan geologinya, peradabannya beserta kejayaan dan kemundurannya, hingga zaman penghinaan dan kolonialisasi. Untuk memahami Afrika maka pahamilah sejarahnya, dan engkau akan menemukan cara, pendekatan, dan kebijakan yang lebih meng-Afrika karena cukup berpengaruh terhadap psikologi bangsanya. Kehadiran kembali Barat pasca kolonial di Afrika tentu berpengaruh pada stigma masyarakat dan pemimpinnya dalam menilai keberadaannya.

(2) Pendekatan Geografis
Gambar 7. Alam Afrika
Afrika secara kontinental terbagi dalam dua kawasan besar yaitu Afrika Sahara dan Afrika Sub-Sahara. Afrika Sahara yang membentang seluas Gurun Sahara di utara dan Sub-Sahara berada di bawahnya yang berupa hutan tropis di tengah dan padang savana di selatan. Memahami Afrika melalui pendekatan geografis perlu untuk mengetahui kebiasaan, mata pencaharian, pola kehidupan dan karya budaya masyarakatnya. Karena tempaan alam cukup mempengaruhi karakter masyarakatnya. 

(3) Pendekatan Sosial-Budaya.
Gambar 8. Sebaran Bahasa Afrika
Semua kaum di dunia memiliki karya budaya dan pola interaksi sosial yang berbeda. Bangsa Afrika pun terdiri dari ragam suku dan budaya. Tentunya hasil kebudayaannya beradaptasi dengan kecakapan manusianya dan iklim alamnya. Memahami Afrika memahami sosial-budayanya perlu diketahui dalam penerapan kebijakan yang menyesuaikan dengan kebiasaan dan kemampuannya yang membimbingnya ke arah yang lebih berperadaban. Proposal Barat yang terlalu mendikte Afrika dalam jangka pendek jelas berbenturan dengan kebiasaan dan kebudayaannya yang telah lama. Pendekatan adaptasi memang diperlukan.   

(4) Pendekatan Ekonomi-Politik
Gambar 9. Negara-negara Afrika
Pasca kolonial, Afrika terbagi dalam beberapa negara. Untuk kelangsungan hidupnya, negara-negara ini silih berganti mencoba mengadopsi sistem ekonomi dan politik dari impor Sosialis dan Demokratis atau mengkolaborasi dengan sistem ala Afrika. Washington dan Moskow berlomba memasarkan produknya bahkan kini hadir Beijing namun para pemimpin Afrika cukup pandai memilah-milih mana yang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas bangsanya dan ini mestinya ditoleransi bukannya ditekan apalagi digulingkan. Barat perlu memahami lebih dekat dan peka terhadap kemampuan Afrika.

 (5) Pendekatan Pembangunan
Gambar 10.Aid for Africa
Afrika menginginkan kemandirian dalam sistem, pengelolaan sumber daya dan martabat yang sederajat dalam dunia. Kemandirian perlu diawali dengan penghentian bantuan internasional. Biarkan rakyat mereka bekerja, belajar dan membangun negaranya. Stop bantuan apalagi dibarengi beberapa persyaratan politik. Biarkan mereka menerapkan pembangunan yang membebaskan, membebaskan mereka dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan hingga suatu saat mereka bisa kembali ke zaman kejayaan leluhur mereka seperti sedia kala. Mari kita belajar memahami mereka dan menopangnya serta menuntunnya menuju era African Century

***


Sumber Teks :  
(1) Abdul Hadi Adnan. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika.
                        Bandung: Penerbit Angkasa
(2) John Perkins. 2009. Membongkar Kejahatan Jaringan Internasional. 
                        Jakarta: Ufuk Press
Sumber Gambar : http://google.com

Tidak ada komentar: