(SEBUAH PESAN AFRIKA UNTUK DUNIA)
Afrika,
benua tua yang boleh dibilang paling eksotik. Benua ini menyimpan ragam
kekayaan mineral, menghadirkan eksotisme panorama alam, dan keanekaragaman
budaya, busana, bahasa, kearifan lokal, dan tradisi. Benua yang memberikan
pelajaran pada manusianya dengan pergulatan dan perjuangan untuk hidup dari
iklim, cuaca, topografi dan demografi yang berbeda; gurun di utara, hutan hujan
tropis di tengah dan savana di selatan.
|
Gambar 1. Topografi Benua Afrika |
Namun,
sesuatu yang berharga menjadikan benua ini ladang perebutan hegemoni penguasaan
dan pengelolaan sumber daya alamnya. Afrika kaya akan emas (66% dunia),
platinium (35%), vanadium (43%), mangan (16%) dan sumber-sumber minyak. Dengan
kekayaannya itu, Afrika menjadi incaran negara-negara lain terutama Barat:
Eropa dan Amerika. Walaupun demikian, dalam hal ketersediaan pangan, sandang
dan papan jauh dari kehidupan yang layak. Kekeringan, kelaparan, kemiskinan,
dan keterbelakangan seakan telah melekat pada stigma Afrika.
Benua
Afrika juga merupakan benua yang sulit dimengerti. Afrika penuh dengan kontras
tajam, baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik. Dibandingkan dengan benua
lain, Afrika ketinggalan di berbagai bidang.
Proposal Barat
Kenyataan
tentang kehidupan Afrika telah membuat dunia tersentuh. Bantuan dalam ragam
bentuknya pun mengalir ke Afrika. Dalam Millenium
Development Goals (MDGs) 2000, para pemimpin dunia bertekad untuk
mengurangi jumlah kemiskinan dan keterbelakangan dengan memberikan bantuan
pembangunan berupa akses kebutuhan dasar, pelayanan kesehatan, pendidikan
dasar, sanitasi dan penghijauan. Juga menyangkut pembangunan berkelanjutan yang
mengandung banyak aspek: ekonomi, kehidupan sosial, demokratisasi dan lingkungan.
Salah satu kuncinya, negara kaya (Eropa dan Amerika) memenuhi janjinya untuk
memberi 0,7% GDPnya untuk pembangunan di negara berkembang terutama Afrika.
|
Gambar 2. Afrika di Mata Dunia |
Sebuah
proposal Barat yang menghadirkan dirinya pasca kolonial sebagai “penyelamat”
dan seperti era kolonial yang menegaskan kehadirannya sebagai “tugas kaum
Putih”. Kita memang patut mengapresiasi kedermawanan Barat. Namun, dibalik
proposal ini ada agenda lain yang telah direncanakannya. Ya, proposal Barat
mengharuskan Afrika menuruti cara-cara Barat, kehidupan Barat, sistem Barat dan
kemauan Barat. Sehingga, dalam perkembangannya, jelas terlihat ada
ketidakcocokan, kesalahpahaman atau mungkin kepahamsalahan Barat dalam memahami
Afrika. Hal inilah yang memunculkan ketidaknyamanan Afrika sehingga menimbulkan
perlawanan.
Kepemimpinan dan
Perlawanan
|
Gambar 3. Moammar Khadafi |
Afrika
seakan identik dengan proposal Barat. Era pasca kolonial, kemerdekaan sebagian
besar negara-negara Afrika merupakan desain dekolonisasi Barat. Pembangunan
politik (demokratisasi) dan model pembangunan ekonomi mengacu pada sistem Barat
guna mendapatkan pinjaman modal pembangunan negara. Kebijakan luar negeri pun
mesti berada di poros Barat. Tidak sedikit memang yang berhasil mengekor dan
hormat pada Barat, namun, tak sedikit pula yang dengan berani melawan hegemoni
Barat di Afrika.
|
Gambar 4. Gamal Abdel Nasser |
Sosok
tokoh seperti Gamal Abdul Nasser di Mesir, Kwame Nkrumah dari Ghana, dan
Patrice Lumumba dari Kongo hingga Moammar Khadafi dari Libya yang menerapkan
gaya kepemimpinan yang menjauh dari Washington. Perlawanan dilakukan karena
mereka menganggap Barat terlalu mendikte mereka.
|
Gambar 5. Patrice Lumumba |
Bagi mereka, Afrika mempunyai
budaya politik yang beda, sistem ekonomi yang mengedepankan sosialisme ala
Afrika, dan menginginkan pembangunan yang membebaskan (Development as Freedom).
Mungkin Barat salahpaham ataukah pahamsalah dalam memahami kearifan
lokal Afrika dan terlalu memaksakan kehendaknya yang kurang mengadaptasikan
dengan kebudayaan setempat.
Memahami Afrika
Para
pemimpin Afrika yang kharismatik tentu telah berulang-ulang mengkampayekan kemandirian
Afrika dan persatuan menuju Afrika yang mandiri dan bermartabat. Memahami
Afrika memang perlu bagi setiap pelaku kebijakan, bisnis, relawan, dan
dermawan, baik negara, korporatokrasi, maupun perorangan.
Ada
beberapa pelajaran penting yang sangat berharga yang bisa menjadikan kita lebih
memahami Afrika.
(1)
Pendekatan Sejarah.
|
Gambar 6. Afrika & Peradabannya |
Afrika memiliki
sejarah yang panjang, dari ketuaan geologinya, peradabannya beserta kejayaan
dan kemundurannya, hingga zaman penghinaan dan kolonialisasi. Untuk memahami
Afrika maka pahamilah sejarahnya, dan engkau akan menemukan cara, pendekatan,
dan kebijakan yang lebih meng-Afrika karena cukup berpengaruh terhadap
psikologi bangsanya. Kehadiran kembali Barat pasca kolonial di Afrika tentu
berpengaruh pada stigma masyarakat dan pemimpinnya dalam menilai keberadaannya.
(2)
Pendekatan Geografis.
|
Gambar 7. Alam Afrika |
Afrika secara
kontinental terbagi dalam dua kawasan besar yaitu Afrika Sahara dan Afrika
Sub-Sahara. Afrika Sahara yang membentang seluas Gurun Sahara di utara dan
Sub-Sahara berada di bawahnya yang berupa hutan tropis di tengah dan padang
savana di selatan. Memahami Afrika melalui pendekatan geografis perlu untuk
mengetahui kebiasaan, mata pencaharian, pola kehidupan dan karya budaya
masyarakatnya. Karena tempaan alam cukup mempengaruhi karakter masyarakatnya.
(3)
Pendekatan Sosial-Budaya.
|
Gambar 8. Sebaran Bahasa Afrika |
Semua kaum
di dunia memiliki karya budaya dan pola interaksi sosial yang berbeda. Bangsa
Afrika pun terdiri dari ragam suku dan budaya. Tentunya hasil kebudayaannya
beradaptasi dengan kecakapan manusianya dan iklim alamnya. Memahami Afrika
memahami sosial-budayanya perlu diketahui dalam penerapan kebijakan yang
menyesuaikan dengan kebiasaan dan kemampuannya yang membimbingnya ke arah yang
lebih berperadaban. Proposal Barat yang terlalu mendikte Afrika dalam jangka
pendek jelas berbenturan dengan kebiasaan dan kebudayaannya yang telah lama. Pendekatan
adaptasi memang diperlukan.
(4)
Pendekatan Ekonomi-Politik.
|
Gambar 9. Negara-negara Afrika |
Pasca
kolonial, Afrika terbagi dalam beberapa negara. Untuk kelangsungan hidupnya,
negara-negara ini silih berganti mencoba mengadopsi sistem ekonomi dan politik
dari impor Sosialis dan Demokratis atau mengkolaborasi dengan sistem ala
Afrika. Washington dan Moskow berlomba memasarkan produknya bahkan kini hadir
Beijing namun para pemimpin Afrika cukup pandai memilah-milih mana yang sesuai
dengan kapasitas dan kapabilitas bangsanya dan ini mestinya ditoleransi
bukannya ditekan apalagi digulingkan. Barat perlu memahami lebih dekat dan peka
terhadap kemampuan Afrika.
(5)
Pendekatan Pembangunan.
|
Gambar 10.Aid for Africa |
Afrika
menginginkan kemandirian dalam sistem, pengelolaan sumber daya dan martabat
yang sederajat dalam dunia. Kemandirian perlu diawali dengan penghentian
bantuan internasional. Biarkan rakyat mereka bekerja, belajar dan membangun
negaranya. Stop bantuan apalagi dibarengi beberapa persyaratan politik. Biarkan
mereka menerapkan pembangunan yang membebaskan, membebaskan mereka dari
belenggu kemiskinan dan keterbelakangan hingga suatu saat mereka bisa kembali
ke zaman kejayaan leluhur mereka seperti sedia kala. Mari kita belajar memahami mereka
dan menopangnya serta menuntunnya menuju era African
Century.
***
Sumber Teks :
(1) Abdul Hadi Adnan. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika.
Bandung: Penerbit Angkasa
(2) John Perkins. 2009. Membongkar Kejahatan Jaringan Internasional.
Jakarta: Ufuk Press
Sumber Gambar : http://google.com