Selasa, 24 November 2009

DRAF KONSTITUSI REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR-LESTE (Komisi Sistematisasi dan Harmonisasi)

BAGIAN I
PRINSIP-PRINSIP DASAR
DAFTAR ISI
No.Pasal Isi Pasal
1. Republik
2. Kedaulatan dan konstitusionalitas
3. Kewarganegaraan
4. Wilayah
5. Desentralisasi
6. Tujuan-tujuan Negara
7. Hak pilih universal dan multipartidarisme
8. Hubungan internasional
9. Hukum internasional
10. Solidaritas
11. Penghargaan terhadap Perjuangan Pembebasan
12. Hubungan antara Negara dan aliran-aliran keagamaan
13. Bahasa Resmi dan Bahasa Nasional
14. Lambang –Lambang Nasional
15. Bendera Nasional

BAGIAN II
HÁK, KEWAJIBAN DAN KEBEBASAN ASASI

Judul I
Prinsip-Prinsip Umum

16. Universalitas dan kesamaan
17. Kesamaan antara laki-laki dan perempuan
18. Perlindungan anak
19. Usia lanjut
20. Pemuda
21. Warga negara cacat
22. Warga Negara Timor Leste di luar negeri
23. Penafsiran hak-hak asasi
24. Undang-undang pembatasan hak
25. Keadaan perkecualian
26. Akses ke pengadilan
27. Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia
28. Hak pembelaan diri

Judul II
Hak, Kebebasan dan Jaminan Pribadi

29. Hak hidup
30. Hak atas kebebasan, keamanan dan integritas perorangan
31. Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana
32. Batas hukuman dan cara-cara pengamanan
33. Habeas corpus
34. Jaminan-jaminan proses pidana
35. Ekstradisi dan pengusiran
36. Hak atas kehormatan dan kepribadian
37. Penghormatan terhadap kediaman dan korespondensi
38. Perlindungan terhadap data pribadi
39. Keluarga, perkawinan dan ibu melahirkan
40. Kebebasan berekspresi dan informasi
41. Kebebasan pers dan media komunikasi sosial
42. Kebebasan berkumpul dan berunjuk rasa
43. Kebebasan berasosiasi
44. Kebebasan bergerak
45. Kebebasan kepercayaan, agama dan kultus
46. Hak atas Partisipasi Politik
47. Hak Pilih Universal
48. Hak atas Petisi
49. Pertahanan Kedaulatan

Judul III
Hak dan Kewajiban Ekonomi, Sosial dan Budaya

50. Hak atas pekerjaan
51. Hak mogok dan larangan Lock Out
52. Kebebasan sindikal
53. Hak konsumen
54. Hak milik pribadi
55. Kewajiban pembayar pajak
56. Perlindungan dan pelayanan sosial
57. Kesehatan
58. Perumahan
59. Pendidikan dan Kebudayaan
60. Hak milik intelektual
61. Lingkungan hidup

BAGIAN III
ORGANISASI KEKUASAAN POLITIK
JUDUL I
PRINSIP-PRINSIP UMUM

62. Hak dan pelaksanaan kekuasaan
63. Partisipasi politik warganegara
64. Prinsip pembaharuan
65. Pemilihan
66. Referendum
67. Badan-badan kedaulatan
68. Larangan perangkapan jabatan
69. Prinsip pemisahan kekuasaan
70. Partai politik dan hak oposisi
71. Wilayah-wilayah administratif
72. Pemerintah Daerah
73. Pengumuman hal-hal normatif

JUDUL II
PRESIDEN REPUBLIK
BAB I
STATUTA, PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN

74. Definisi
75. Elegibilitas
76. Pemilihan
77. Pelantikan dan sumpah
78. Larangan perangkapan jabatan
79. Tanggunjawan kriminal dan kewajiban konstitusional
80. Bepergian
81. Pengunduran diri dari jabatan
82. Meninggal dunia, pengunduran diri atau berhalangan tetap
83. Hal-hal luar biasa
84. Pergantian sementara
85. Wewenang
86. Wewenang atas badan-badan lain
87. Wewenang dalam hubungan internasional
88. Pengumuman dan veto
89. Tindakan Presiden ad interin

BAB III
DEWAN NEGARA

90. Dewan Negara
91. Wewenang, organisasi dan tata kerja Dewan Negara

JUDUL III
PARLAMEN NASIONAL
BAB I
UNDANG-UNDANG DAN PEMILIHAN

92. Definisi
93. Pemilihan dan komposisi
94. Kekebalan
BAB II
WEWENANG

95. Wewenang Parlamen Nasional
96. Otorisasi legislatif
97. Inisiatif Undang-undang
98. Apresiasi Parlamen terhadap tindakan-tindakan legislatif

BAB III
ORGANISASI DAN TATA KERJA

99. Masa pembuatan Undang-undang
100. Pembubaran
101. Partisipasi Aparat Pemerintah

BAB IV
KOMISI TETAP

102. Komisi Tetap

JUDUL IV
PEMERINTAH
BAB I
DEFINISI DAN STRUKTUR

103. Definisi
104. Komposisi
105. Dewan Menteri

BAB II
PENGATURAN DAN TANGGUNGJAWAB

106. Pengangkatan
107. Tanggungjawab Pemerintah
108. Program Pemerintah
109. Penilaian atas program Pemerintah
110. Permintaan mosi percaya
111. Mosi teguran
112. Pemberhentian Pemerintah
113. Tanggungjawab kriminal Pejabat Pemerintah
114. Kekebalan Aparat Pemerintah

BAB III
WEWENANG

115. Wewenang Pemerintah
116. Wewenang Dewan Menteri
117. Wewenang Pejabat Pemerintah

JUDUL V
PENGADILAN DAN KEHAKIMAN
BAB I
PENGADILAN

118. Fungsi yurisdisional
119. Independency
120. Apresiasi terhadap inkonstitusionalitas
121. Hakim
122 Eksklusivisme
123. Makamah Agung
125. Tata kerja dan komposisi
126. Wewenang konstitusional dan elektoral
127. Kelayakan pemilihan
128. Dewan Tinggi Kehakiman
129. Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit
130. Pengadilan Militer
131. Persidangan Pengadilan

BAB II
KEJAKSAAN

132. Fungsi dan peranan
133. Kejaksanaan Agung
134. Dewan Tinggi Kejaksaan

BAB III
PENGACARA

135. Pengacara
136. Jaminan dalam penyelenggraan advokasi

BAB VI
PEMERINTAHAN UMUM

137. Dasar-Dasar Pemerintahan Umum

BAB IV
ORGANISASI EKONOMI DAN KEUANGAN
JUDUL I
PRINSIP-PRINSIP UMUM

138. Organisasi ekonomi
139. Sumber daya alam
140. Investasi
141. Tanah
JUDUL II
SISTEM KEUANGAN DAN FISKAL

142. Sistim Keuangan
143. Bank Sentral
144. Sistem Fiskal
145. Anggaran Umum Negara

BAGIAN V
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL

146. Angkatan Bersenjata
147. Kepolisian dan angkatan keamanan
148. Dewan Tinggi Pertahanan dan keamanan

BAGIAN VI
JAMINAN DAN REVISI KONSTITUSIONAL
JUDUL I
JAMINAN KONSTITUSI

149. Pengawasan Preventif atas konstitusionalitas
150. Pengawasan abstrak terhadap inkonstitusionalitas
151. Inskonstitusionalitas karena kesalahan
152. Pengawasan kongkrit atas konstitusionalitas
153. Putusan Makamah Agung

JUDUL II
REVISI KONSTITUSI

154. Inisiatif dan waktu revisi
155. Pengesahan dan pengumuman
156. Batas-batas materiil dari revisi
157. Batas-batas formil revisi

BAGIAN VII
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP DAN TRANSITORIS

158. Traktat, kesepakatan dan aliansi
159. Bahasa-bahasa kerja
160. Kejahatan-kejahatan berat
161. Penguasaan ilegal atas harta kekayaan
162. Rekonsiliasi
163. Organisasi Yudikatif Transitoris
164. Wewenang sementara dari Makamh Agung
165. Hukum sebelumnya
166. Penjelmaan Dewan Konstituante
167. Pemilihan Presiden Tahun 2002
168. Mulai berlakunya Konstitusi


KONSTITUSI
REPUBLIK DEMOKRATIK
TIMOR-LESTE
BAGIAN I
PRINSIP-PRINSIP DASAR

Pasal 1
Republik
1. Republik Demokratik Timor-Leste adalah suatu Negara hukum yang demokratik, berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan keinginan Rakyat dan penghormatan terhadap martabat manusia.
2. Tanggal 28 November tahun 1975 adalah hari proklamasi Kemerdekaan Republik Demokratik Timor-Leste.

Pasal 2
Kedaulatan dan konstitusionalitas
1. Kedaulatan berada di tangan Rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Konstitusi
2. Negara tunduk kepada Konstitusi dan Undang-Undang.
3. Undang-Undang dan peraturtan perundangan lainnya dari Negara dan Pemerintah Daerah dinyatakan syah, apabila sesuai dengan Konstitusi.
4. Negara mengakui hukum adat Timor yang tunduk kepada konstitusi dan undang-undang lain yang berkaitan dengan hukum adat.

Pasal 3
Kewarganegaraan
1. Republik Demokratik Timor Leste menganut kewarganegaraan asli dan
kewarganegaraan perolehan.
2. Adalah warganegara asli Timor-Leste, setiap orang yang dilahirkan di teritorium nasional:
a) anak dari orang tua yang lahir di Timor-Leste;
b) anak dari ayah atau ibu yang lahir di Timor-Leste;
c) anak dari orang tua yang tak dikenal, tanpa negara atau dengan kewarganegaraan tak dikenal;
d) anak dari ayah atau ibu dari negara lain yang, dewasa dan berumur 17 tahun, secara bebas, menyatakan ingin menjadi warga negara Timor-Leste.
3. Adalah warganegara asli Timor-Leste, meski telah lahir di negara lain:
a) anak dari ayah atau ibu Timor-Leste yang tinggal di luar negeri;
a) anak dari ayah atau ibu Timor-Leste yang menjalankan tugas negara di luar
negeri;
4. Perolehan, kehilangan dan perolehan kembali kewarganegaraan serta pencatatan dan pembuktiannya diatur oleh Undang-Undang.

Pasal 4
Wilayah
1. Wilayah Republik Demokratik Timor-Leste mencakup luas daratan, zona maritim dan spasi udara yang dibatasi oleh batas-batas nasional, yang secara historis mencakup bagian timur dari pulau Timor, enklave Oe-Cusse Ambeno, beserta pulau-pulau Atauro dan Jaco.
2. Undang-Undang mendefinisikan dan menetapkan luas dan batas perairan teritorial, zona ekonomi eksklusif serta hak-hak Timor-Leste atas dasar laut yang berbatasan dengan negara-negara tetangga dan landasan kontinental.
3. Negara tidak akan melepaskan bagian manapun dari teritori Timor Leste atau hak-hak kedaulatan atasnya, tanpa mengurangi arti penting untuk meluruskan batas-batas.

Pasal 5
Desentralisasi
1. Dalam organisasi teritorialnya, Negara menghormati prinsip desentralisasi pemerintahan umum.
2. Undang-Undang mendefinisikan dan menetapkan ciri-ciri dari berbagai tingkatan teritorial, demikian juga wewenang administratif badan-badan yang bersangkutan.
3. Oe-Cusse Ambeno dan Atauro, secara administratif dan ekonomis, mendapatkan perlakuan khusus.
Pasal 6
Tujuan-tujuan Negara
1. Negara memiliki tujuan-tujuan dasar:
a) Melindungi dan menjamin kedaulatan Negara;
b) Menjamin dan mengembangkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan asasi setiap warganegara serta penghormatan terhadap prinsip-prinsip Negara yang demokratis;
c) Melindungi dan menjamin demokrasi politik serta partisipasi Rakyat dalam penyelesaian masalah-masalah nasional;
d) Menjamin pembangunan ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e) Mempromosikan pembangunan suatu masyarakat yang berlandaskan keadilan sosial, menciptakan kesejahteraan materiil dan spirituil setiap warganegara;
f) Melindungi lingkungan hidup serta mempertahankan sumberdaya alam;
g) Menegakkan dan menjunjung tinggi martabat manusia serta warisan budaya Rakyat Timor-Leste;
h) Membangun dan mengembangkan hubungan persahabatan serta kerjasama dengan semua Bangsa dan Negara;
i) Mengembangkan pembangunan yang harmonis dan terintegrasi antar semua sektor dan wilayah serta pembagian kekayaan nasional secara adil dan merata;
j) Mengembangkan persamaan hak yang efektif antara perempuan dan laki-laki.

Pasal 7
Hak pilih universal dan multipartidarisme
1. Rakyat melaksanakan kekuasaan politik melalui hak pilih universal, bebas, sama,
langsung, rahasia dan periodik serta melalui bentuk-bentuk lain yang ditetapkan oleh
Konstitusi;
2. Negara menghargai kontribusi partai-partai politik dalam penyaluran ekspresi keinginan rakyat, secara terorganizir dan atas partisipasi demokratis warga negara dalam pemerintahan negara.
Pasal 8
Hubungan internasional
1. Republik Demokratik Timor-Leste, dalam menjalin hubungan internasional, menganut prinsip kemerdekaan nasional, hak segala Bangsa untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, perlindungan hak asasi manusia, saling menghormati atas kedaulatan, integritas teritorial dan persamaan antara Negara serta tidak campur tangan dalam urusan interen Negara.
2. Republik Demokratik Timor-Leste membangun hubungan persahabatan dan kerjasama dengan Bangsa lain, membela prinsip penyelesaian konflik secara damai, perlucutan senjata menyeluruh, simultan dan terkontrol, menciptakan suatu sistem pengamanan kolektif serta penciptaan suatu pengaturan ekonomi internasional yang baru, yang mampu menjamin perdamaian dan keadilan dalam hubungan antara semua Bangsa;
3. Republik Demokratik Timor-Leste mempertahankan hubungan-hubungan istimewa dengan Negara-Negara berbahasa resmi Portugis;
4. Republik Demokratik Timor-Leste menjalin ikatan persahabatan dan kerjasama khusus dengan negara-negara tetangga dan negara-negara dalam kawasan regional.

Pasal 9
Penerimaan Hukum internasional
1. Norma-norma dan prinsip-prinsip hukum internasional umum merupakan bagian integral dari sistim hukum nasional Republica Democratica Timor-Leste.
2. Norma-norma yang berasal dari konvensi, traktat dan kesepakatan-kesepakatan internasional, berlaku dalam sistim hukum nasional berdasarkan pengesahan, ratifikasi atau keberpihakan oleh lembaga-lembaga kompeten, setelah diumumkan dalam lembaran resmi.
3. Adalah tidak sah norma-norma dari undang-undang yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dari konvensi, traktat dan kesepakatan-kesepakatan internasional yang diterima dalam sistim hukum nasional Timor-Leste.

Pasal 10
Solidaritas
1. Republik Demokratik Timor-Leste adalah solider dengan perjuangan seluruh bangsa, demi pembebasan nasional.
2. Republik Demokratik Timor-Leste, berdasarkan undang-undang, memberikan suaka
politik bagi setiap warga negara asing yang dikejar karena terlibat dalam perjuangan
pembebasan nasional dan sosial, perlindungan hak asasi manusia, demokrasi dan
perdamaian.

Pasal 11
Penghargaan terhadap Perjuangan Pembebasan
1. Republik Demokratik Timor-Leste mengakui dan menghargai perjuangan Bangsa Maubere yang berabad-abad melawan dominasi asing serta sumbangsih dari semua yang telah berjuang demi kemerdekaan nasional;
2. Negara mengakui dan menghargai partisipasi Gereja dalam proses pembebasan
nasional Timor-Leste.
3. Negara menjamin perlindungan istimewa bagi semua korban perang, yatim piatu dan lain yang merupakan tanggunggan dari mereka yang mengabdikan hidupnya demi kemerdekaan dan kedaulatan nasional serta melindungi semua yang mengambil bagian dalam perlawanan melawan pendudukan asing, berdasarkan undang-undang.

4. Undang –undang akan mendefinisikan mekanisme untuk memberi penghargaan kepada para pahlawan nasional.

Pasal 12
Hubungan antara Negara dan aliran-aliran keagamaan
1. Negara tidak menganut agama resmi.
2. Negara menghormati aliran kepercayaan yang berbeda-beda, mereka adalah bebas dalam organisasi dan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas khusus, dengan tetap mentaati Konstitusi dan Undang-Undang.
3. Negara dapat bekerjasama dengan berbagai aliran keagamaan yang turut menyumbang untuk kesejahteraan Rakyat Timor-Leste.
4. Setiap Institusi keagamaan berhak memiliki dan mendapatkan harta benda demi mewujudkan tujuan-tujuannya.

Pasal 13
Bahasa resmi dan bahasa nasional
1. Tetum dan Portugis adalah bahasa-bahasa resmi Republik Demokratik Timor-Leste.
2. Tetum beserta bahasa-bahasa nasional lainnya dihargai dan dikembangkan oleh Negara.

Pasal 14
Lambang-lambang nasional
1. Lambang-lambang nasional Republik Demokratik Timor-Leste adalah bendera, lambang dan lagu kebangsaan.
2. Lambang dan lagu kebangsaan ditetapkan berdasarkan Undang-Undang.

Pasal 15
Bendera Nasional
1. Bendera nasional berbentuk persegi panjang, dengan dua buah segi tiga sama kaki dengan dasar berhimpit di mana satu segi tiga berwarna hitam memiliki tinggi yang sama dengan sepertiga dari panjang segi tiga yang berwarna kuning, yang tingginya sama dengan separoh dari panjangnya bendera. Ditengah-tengah segi tiga berwarna hitam, terletak sebuah bintang bersisi lima dan berwarna putih yang melambangkan kecerahan yang menuntun kita. Salah satu sisi dari bintang diarahkan ke bagian kanan atas bendera. Sisa dari bendera berwarna merah-hati.

2. Warna- warnanya melambangkan:
Kuning-emas – kekayaan tanah air;
Hitam – keterkebelakangan yang harus kita menangkan;
Merah-hati – perjuangan demi pembebasan nasional;
Putih – perdamaian.

BAGIAN II
Hak, Kewajiban, Kebebasan dan Jaminan Asasi
Judul I
Prinsip-Prinsip Umum
Pasal 16
Universalitas dan kesamaan
1. Semua warganegara adalah sama di depan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang sama.
2. Tidak seorangpun dapat didiskriminasikan karena warna kulit, ras, jenis kelamin, asal etnis, kedudukan sosial atau ekonomi, keyakinan politik atau ideologis, agama, pendidikan, kondisi fisik atau mental.

Pasal 17
Kesamaan antara perempuan dan laki-laki
Perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam setiap bidang kehidupan keluarga, budaya, sosial, ekonomi dan politik.

Pasal 18
Perlindungan anak
1. Setiap anak berhak atas perlindungan yang estimewa dari keluarga, masyarakat dan Negara, khususnya melawan segala bentuk keterlantaran, diskriminasi, kekerasan, penindasan, pelecehan seksual dan eksploitasi.
2. Setiap anak berhak menikmati hak yang diakui secara universal, termasuk hak-hak yang termuat dalam konvensi-konvensi internasional, yang secara reguler, telah diratifikasi atau disetujui oleh Negara.
3. Semua anak yang dilahirkan, melalui perkawinan atau di luar perkawinan, memiliki hak dan perlindungan sosial yang sama.

Pasal 19
Pemuda
1. Negara mengembangkan dan mendorong prakarsa-prakarsa pemuda dalam rangka
konsolidasi persatuan nasional, pembangunan kembali, pertahanan dan pembangunan
bangsa;
1. Negara mengembangkan, dalam batas kemampuannya, pendidikan, kesehatan
dan pendidikan profesional bagi pemuda.

Pasal 20
Usia lanjut
1. Semua warga negara yang burusia lanjut, berhak atas perlindungan istimewa dari
Negara.
2. Kebijakan terhadap usia lanjut mencakup hal-hal yang bersifat ekonomis,
sosial dan budaya yang cenderung menciptakan kesempatan aktualisasi diri bagi
orang-orang berusia lanjut, melalui suatu partisipasi yang terhormat dan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat.

Pasal 21
Warganegara cacat
1. Setiap warganegara cacat berhak menikmati hak-hak yang sama dan tunduk kepada
kewajiban-kewajiban yang sama dengan warganegara lain, kecuali hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang tidak dapat dilaksanakan karena kecacatannya.
2. Dalam batas kemampuannya, Negra mengembangkan perlindungan terhadap warga
negara cacat, berdasarkan undang-undang.

Pasal 22
Warganegara Timor Leste di luar negeri
Warganegara Timor Leste yang berada atau tinggal di luar negeri berhak atas perlindungan Negara dalam melaksanakan hak-haknya dan tunduk kepada kewajiban-kewajiban yang tidak bertentangan dengan alasan ketidakhadirannya di dalam negeri.

Pasal 23
Penafsiran hak-hak asasi
Hak-hak asasi yang termuat dalam Konstitusi tidak mengesampingkan hak-hak lain yang termuat dalam undang-undang lain serta harus ditafsirkan sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Pasal 24
Undang-undang pembatasan hak
1. Pembatasan hak, kebebasan dan jaminan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan undang-undang, guna melindungi hak-hak dan kepentingan-kepentingan lain yang dilindungi secara konstitusional dan dalam kasus-kasus yang, secara jelas, ditetapkan dalam Konstitusi.
2. Undang-undang pembatasan hak, kebebasan dan jaminan harus memiliki ciri-ciri umum dan abstrak, tidak dapat mengurangi dimensi dan pencapaian isi fundamental dari mekanisme-mekanisme konstitusional dan tidak boleh berlaku surut.

Pasal 25
Keadaan perkecualian
1. Penangguhan pelaksanaan hak-hak, kebebasan dan jaminan asasi hanya dapat dibenarkan dalam keadaan perang atau keadaan darurat, berdasarkan Konstitusi.
2. Keadaan siaga atau keadaan darurat hanya dapat diberlakukan apabila terdapat penyerbuan efektif atau eminen oleh kekuatan asing, kekacauan berskala besar atau ancaman kekacauan yang serius terhadap kehidupan konstitusional demokratis atau musibah umum.
3. Pernyataan keadaan siaga atau keadaan darurat didasari atas, espesifikasi hak-hak, kebebasan dan jaminan yang pelaksanaanya ditangguhkan.
4. Penangguhan tak dapat diperpanjang lebih dari tiga puluh hari, tanpa hambatan untuk kemungkinan memperbaharui untuk jangka waktu yang sama, apabila sangat diperlukan.
5. Pernyataan keadaan siaga, dalam keadaan apapun, tidak dapat mempengarahui hak-hak hidup, integritas fisik, kewarganegaraan dan tidak berlaku surut undang-undang hukum pidana, hak pembelaan diri dalam perkara kriminal dan kebebasan keyakinan serta kebebasan agama.
6. Yang berwewenang wajib memulihkan kenormalan konstitusional dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya.
Pasal 26
Akses ke pengadilan
1. Semua orang dijamin aksesnya ke pengadilan guna membela hak-hak dan kepentingan-kepentingannya yang dilindungi secara syah.
2. Keadilan tidak dapat dipungkiri karena keterbatasan fasilitas-fasilitas ekonomi.

Pasal 27
Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia
1. Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah satu lembaga independen yang berfungsi untuk mengapresiasi dan melayani pengaduan-pengaduan yang disampaikan oleh warga negara melawan kekuasaan umum, menverifikasi kesesuaian tindakan-tindakan, mencegah dan memulai seluruh proses untuk memperbaiki ketidakadilan;
2. Semua warganegara berhak melaporkan perbuatan atau kekurangan dari kekuasaan publik kepada Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia yang akan mempelajari, tanpa wewenang untuk memutuskan, mengajukan rekomendasi-rekomendasi yang diperlukan, kepada pihak yang berwenang untuk mencegah dan memperbaiki hal-hal yang tidak adil.
3. Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia diangkat oleh mayoritas mutlak anggota Parlamen Nasional, untuk satu masa jabatan selama empat tahun;
4. Aktivitas Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah independen dihadapan kekuasaan administratif dan kekuasaan yurisdisional, sesuai dengan konstitusi dan undang-undang;
5. Badan-badan dan aparat-aparat Pemerintahan berkewajiban untuk bekerjasama dengan Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 28
Hak pembelaan diri
1. Semua warganegara berhak untuk tidak mentaati dan menolak perintah-perintah ilegal atau perintah-perintah yang melanggar hak, kewajiban dan jaminannya.
2. Setiap warganegara dijamin pula hak pembelaan diri berdasarkan hukum.

Judul II
Hak, Kebebasan dan Jaminan Pribadi
Pasal 29
Hak hidup
1. Hak hidup manusia tidak dapat diganggu-gugat.
2. Negara mengakui dan menjamin hak hidup.
3. Republik Demokratik Timor-Leste tidak menganut hukuman mati.

Pasal 30
Hak atas kebebasan, keamanan dan integritas perorangan
1. Semua orang berhak atas kebebasan, keamanan dan integritas diri.
2. Tidak seorangpun dapat dipenjarakan atau ditahan, kecuali dalam hal-hal yang jelas-jelas tertuang dalam undang-undang yang berlaku, dan selalu harus disampaikan tindakan penahanan atau pemenjaraan kepada hakim yang berkompeten untuk diapresiasi, dalam batas waktu legal.
3. Setiap warganegara yang kehilangan kebebasannya harus segera diinformasikan, secara jelas dan tepat, tentang alasan-alasan penangkapan atau penahanan atas dirinya, demikian juga atas hak-haknya serta diizinkan untuk menghubungi pembela, secara langsung atau melalui anggota keluarga atau orang kepercayaannya.
4. Tidak seorangpun dapat disiksa, diperlakukan dengan kejam, tidak manusiawi atau tidak terpuji.
Pasal 31
Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana
1. Tidak seorangpun dapat diadili, kecuali berdasarkan undang-undang.
2. Tidak seorang pun dapat diadili dan dihukum atas suatu perbuatan yang tidak digolongkankan dalam undang-undang sebagai kejahatan kriminil pada saat kejadian, demikian juga tidak menderita tindakan-tindakan pengamanan yang tidak secara jelas diatur dalam undang-undang sebelumnya ;
3. Tidak boleh menerapkan hukuman dan cara-cara pengamanan yang pada saat terjadinya kejahatan tidak tertera dalam undang-undang;
4. Tidak seorangpun dapat diadili dan dihukum, lebih dari satu kali, atas kejahatan yang sama.
5. Hukum pidana tidak dapat berlaku surut, kecuali undang-undang yang baru menguntungkan tersangka.
6. Setiap orang yang dihukum secara tidak adil, berhak atas ganti-rugi yang adil, berdasarkan undang-undang.

Pasal 32
Batas hukuman dan cara-cara pengamanan
1. Republik Demokratik Timor-Leste tidak menganut pemenjaraan seumur hidup, demikian juga hukuman atau pengcekalan tanpa batas waktu.
2. Apabila terdapat ancaman bahaya karena ganguan psikis, tindakan-tindakan pengamanan dapat diperpanjang, berdasarkan keputusan pengadilan.
3. Tanggungjawab pidana tidak dapat diwariskan.
4. Terhukum yang telah dijatuhkan hukuman atau tindakan-tindakan pengamanan tertentu yang membatasi kebebasannya, tetap memiliki hak-hak asasinya, kecuali batasan-batasan yang melekat pada dakwaan serta tuntutan-tuntutan dari pelaksanaan hukuman itu sendiri.

Pasal 33
Habeas corpus
1. Setiap orang yang secara ilegal dibatasi kebebasannya, berhak mengajukan tuntutan habeas corpus.
2. Habeas corpus diajukan oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain dalam menggunakan hak-hak sipilnya, berdasarkan undang-undang.
3. Permohonan atas habeas corpus diputuskan oleh hakim, dalam jangka waktu delapan hari, dalam mendengar kesaksian kedua belah pihak.

Pasal 34
Jaminan-jaminan proses pidana
1. Setiap tersangka dianggap tak bersalah sampai dengan pemberlakuan dakwaan pengadilan yang definitif.
2. Tersangka berhak untuk memilih pembelanya sendiri untuk melayaninya dalam keseluruhan proses dan undang-undang yang menetapkan bilamana kehadiran pembela bersifat wajib.
3. Setiap orang dijamin hak untuk didengar dan hak pembelaan dalam proses pidana.
4. Adalah tidak sah setiap bukti yang diperoleh melalui penyiksaan, pemaksaan, penghinaan terhadap integritas fisik atau moral serta intervensi yang berlebihan dalam kehidupan pribadi, di tempat tinggal, dalam surat-menyurat atau dalam bentuk komunikasi lain.

Pasal 35
Ekstradisi dan pengusiran
1. Ekstradisi hanya berlaku berdasarkan keputusan pengadilan.
2. Tidak dibenarkan ekstradisi karena alasan-alasan politik.
3. Tidak dibenarkan ekstradisi atas kejahatan-kejahatan yang di Negara pemohon ekstradisi, dihukum dengan hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup atau keadaan di mana si ekstraditat menjadi sasaran penyiksaan, perlakuan tidak berperikemanusiaan, penghinaan atau kekejaman.
4. Warganegara Timor Leste tidak dapat diusir dari wilayah nasional.

Pasal 36
Hak atas kehormatan dan kepribadian
Setiap orang berhak atas kehormatan, nama baik dan reputasi, perlindungan citranya serta hak atas kehidupan pribadi dan keluarga.

Pasal 37
Penghormatan terhadap kediaman dan korespondensi
1. Kediaman, korespondensi serta sarana komunikasi pribadi tidak dapat diganggu-gugat, kecuali dalam kasus-kasus yang dibenarkan oleh hukum dalam materi proses kepidanaan.
2. Kedatangan petugas di kediaman seseorang, tanpa direstui oleh yang bersangkutan, hanya dapat dibenarkan atas perintah tertulis pejabat yudisial yang berwenang, sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
3. Kedatangan petugas di kediaman seseorang pada malam hari, tanpa persetujuan yang bersangkutan, dilarang keras kecuali dalam keadaan yang mengancam nyawa atau integritas fisik seseorang yang berada dalam kediaman tersebut.

Pasal 38
Perlindungan terhadap data pribadi
1. Setiap warganegara memiliki hak akses atas data-data pribadi yang bersifat informasi atau yang termuat dalam catatan-catatan mekanografik dan manual, tentang diri mereka dan berhak pula menuntut pembenaran atau aktualisasi atas data itu, serta mengetahui maksud dan tujuan untuk apa data tersebut dibuat.
2. Undang-undang mendefinisikan konsep tentang data pribadi serta syarat-syarat yang dapat digunakan untuk pelayanannya.
3. Dilarang keras, tanpa persetujuan dari yang berkepentingan, pelayanan informasi data-data perorangan yang berhubungan dengan kehidupan pribadi, keyakinan politik, filosofik atau keagamaan serta keanggotaan suatu partai atau kelompok sindikal dan asal etnis.

Pasal 39
Keluarga, perkawinan dan ibu melahirkan
1. Negara melindungi keluarga sebagai sel dasar masyarakat dan sebagai syarat
perkembangan individu secara harmonis.
2. Semua orang berhak membentuk dan hidup dalam keluarga.
3. Perkawinan berlangsung atas dasar persetujuan bebas dari kedua belah pihak serta
dalam kesamaan hak yang penuh antara kedua mempelai, berdasarkan undang-
undang..
4. Dijamin perlindungan khusus kepada semua kaum perempuan selama kehamilan dan setelah melahirkan serta kepada perempuan pekerja, hak atas cuti dalam periode tertentu, sebelum dan setelah melahirkan, tanpa kehilangan gaji atau hak-hak lain, berdasarkan undang-undang.
Pasal 40
Kebebasan berekspresi dan informasi
1. Semua warga negara berhak atas kebebasan berekspresi dan kebebasan untuk memberi informasi dan memperoleh informasi, secara bebas.
2. Pelaksanaan hak kebebasan berekspresi dan informasi tidak dapat dibatasi oleh jenis sensor apapun.
3. Pelaksanaan hak berekspresi dan informasi tersebut dalam pasal ini, diatur oleh undang-undang, berdasarkan kewajiban untuk menghormati Konstitusi dan martabat manusia.

Pasal 41
Kebebasan pers dan media komunikasi sosial
1. Dijamin kebebasan pers dan media komunikasi sosial lainnya.
2. Kebebasan pers meliputi, kebebasan berpendapat dan pembentukan badan-
badan kewartawanan, akses kepada sumber-sumber informasi, kebebasan
editorial perlindungan terhadap independensi dan rahasia profesi, hak untuk
menerbitkan surat kabar, terbitan-terbitan dan media-media penyiaran lainnya.
3. Tidak dibenarkan monopoli atas media-media komunikasi sosial.
4. Negara menjamin kebebasan dan independensi badan-badan komunikasi sosial di
hadapan kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi.
5. Negara menjamin kehadiran suatu dinas umum untuk radio dan televisi yang bebas,
dengan tujuan-tujuan antara lain, melindungi dan menyebarluaskan budaya dan
tradisi-tradisi dari Republik Demokratik Timor-Leste serta menjamin ekspresi
pluralisme opini.
6. Stasion-stasion pemancar radio dan televisi hanya bisa beroperasi atas ijin, berdasarkan undang-undang.

Pasal 42
Kebebasan berkumpul dan berunjuk rasa
1. Semua warga negara dijamin kebebasan untuk melaksanankan rapat damai tanpa senjata, tanpa lebih dulu memperoleh ijin.
2. Semua warga negara berhak melakukan unjuk rasa, berdasarkan undang-undang.

Pasal 43
Kebebasan berasosiasi
1. Setiap warganegara memiliki hak untuk berasosiasi, bilamana tidak bermaksud untuk mengembangkan kekerasan dan sesuai dengan peraturan.
2. Tidak seorangpun dapat dipaksa untuk menjadi bagian dari suatu asosiasi atau untuk tetap bertahan di dalamnya tanpa dikehendaki.
3. Melarang adanya asosiasi-asosiasi bersenjata, militer atau para-militer, organisasi-organisasi yang menganut ide-ide atau menghasut perilaku-perilaku rasis, xenofobis atau yang mengembangkan terorisme.

Pasal 44
Kebebasan bergerak
1. Setiap warga negara berhak atas kebebasan bergerak dan bertempat tinggal dimana saja, dalam wilayah nasional.
2. Semua warga negara dijamin hak untuk secara bebas beremigrasi , demikian juga hak untuk kembali ke Tanah Air.

Pasal 45
Kebebasan kepercayaan, agama dan kultus
1. Semua warga negara dijamin kebebasan atas kepercayan, agama dan kultus.
2. Tidak seorangpun dapat diganggu dan didiskriminasikan karena keyakinan keagamaannya.
3. Dijamin hak penolakan kepercayaan, berdasarkan undang-undang.
4. Dijamin kebebasan pengajaran sesuatu agama dalam konteks aliran keagamaaan yang bersangkutan.
Pasal 46
Hak atas partisipasi politik
1. Setiap warganegara berhak untuk berpartisipasi, baik langsung atau melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara demokratis, dalam kehidupan politik dan dalam hal-hal umum bangsa.
2. Setiap warga negara berhak membentuk dan bergabung dengan partai-partai politik.
3. Pembentukan dan organisasi partai-partai politik, diatur dengan undang-undang,

Pasal 47
Hak pilih universal

1. Setiap warganegara dewasa yang berumur 17 tahun, berhak untuk memilih dan dipilih.
2. Pelaksanaan hak pemilihan umum bersifat personal dan merupakan suatu
kewajiban warga negara.

Pasal 48
Hak atas petisi
Setiap warga negara berhak mengajukan petisi, keluhan dan klaim, baik secara individu maupun secara kolektif, ke hadapan badan-badan kedaulatan atau pejabat-pejabat, untuk mempertahankan hak-haknya, mempertahankan Konstitusi, mempertahankan undang-undang atau mempertahankan kepentingan umum.

Pasal 49
Pertahanan kedaulatan
1. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk memberi sumbangsih demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan dan integritas wilayah Tanah Air.

2. Wajib militer dijalankan menurut ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang.

Judul III
Hak dan Kewajiban Ekonomik, Sosial dan Budaya
Pasal 50
Hak atas pekerjaan
1. Setiap warganegara, terlepas dari jenis kelamin, memiliki hak dan kewajiban untuk bekerja serta hak untuk memilih profesi secara bebas.
2. Pekerja memiliki hak atas keamanan dan kebersihan dalam pekerjaan, hak atas bayaran, hak istirahat dan hak libur.
3. Dilarang adanya pemecatan tanpa alasan yang adil atau karena alasan-alasan politis, keagamaan dan ideologis.
4. Dilarang kerja paksa, kecuali kerja paksa yang ditentukan dalam undang-undang, tentang pelaksanaan hukuman.
5. Negara mendorong pembentukan koperasi-koperasi produksi dan mendukung usaha-usaha keluarga sebagai sumber lapangan kerja.

Pasal 51
Hak mogok dan larangan lock out
1. Pekerja berhak menyelenggarakan pemogokkan yang pelaksanaannya diatur oleh undang-undang.
2. Undang-undang mengatur tentang kondisi pemberian pelayanan yang diperlukan untuk pengamanan dan pemeliharaan peralatan dan instalasi, demikian juga pelayanan minimal dan penting untuk memenuhi keperluan-keperluan sosial yang tidak dapat ditunda selama pemogokkan berlangsung
3. Dilarang adanya lock out.

Pasal 52
Kebebasan sindikal
1. Pekerja berhak mengorganisir diri dalam sindikat-sindikat dan asosiasi-asosiasi profesi, demi mempertahankan hak-hak dan kepentingan-kepentingannya.
2. Kebebasan sindikal meliputi kebebasan pembentukan, kebebasan pendaftaran serta kebebasan pengorganisasian dan pengaturan intern.
3. Sindikat-sindikat dan asosiasi-asosiasi sindikal adalah independen dari Negara
dan majikan.

Pasal 53
Hak konsumen
1. Konsumen berhak atas kwalitas barang dan jasa yang bermutu baik, atas informasi yang benar dan perlindungan atas kesehatan, atas keamanan dan atas kepentingan-kepentingan ekonomisnya, demikian juga hak untuk mendapatkan ganti-rugi atas kerugian-kerugian.
2. Publisitas diatur oleh undang-undang,dan dilarang segala bentuk publisitas yang tertutup, tidak langsung dan mengandung unsur penipuan.

Pasal 54
Hak atas milik pribadi
1. Setiap warga negara berhak atas hak milik pribadi dan dapat diwariskan, pada saat masih hidup atau karena meniggal dunia, berdasarkan undang-undang.
2. Hak milik pribadi tidak dapat digunakan dengan mengabaikan fungsi sosialnya.
3. Permintaan dan pelepasan hak untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan melalui suatu pembayaran ganti rugi berdasarkan undang-undang.
4. Hanya warga negara nasional yang berhak untuk mendapat hak milik atas tanah.

Pasal 55
Kewajiban Pembayar Pajak
Semua warga negara dengan penghasilan yang tetap, wajib menyumbang untuk pendapatan publik.

Pasal 56
Perlindungan dan pelayanan sosial
1. Semua warganegara berhak atas perlindungan dan pelayanan sosial, berdasarkan undang-undang.
2. Negara wajib mengembangkan suatu sistim perlindung sosial sesuai dengan kemampuan nasional.
3. Negara mendukung dan mengawasi kegiatan dan tata kerja lembaga-lembaga solidaritas sosial dan lain-lain yang dikenal untuk kepentingan umum dan tidak bertujuan mencari keuntungan, berdasarkan undang-undang.

Pasal 57
Kesehatan
1. Negara mengakui hak setiap warganegara atas kesehatan, pelayanan medis dan sanitaris.
2. Negara mengembangkan suatu sistem kesehatan nasional yang universal, umum dan dalam batas kemampuan negara, gratis, berdasarkan undang-undang.
3. Pelayanan kesehatan nasional, sedapat mungkin, menganut managemen desentralistis dan partisipatif.

Pasal 58
Perumahan
Semua warganegara berhak, untuk diri dan keluarganya, atas sebuah tempat tinggal dengan ukuran yang memadai, memenuhi syarat-syarat higienis dan kenyamanan yang dapat mendukung terselenggaranya kehidupan yang layak.

Pasal 59
Pendidikan dan kebudayaan
1. Negara mengakui dan menjamin hak warga negara atas pendidikan dan kebudayaan, wajib mendorong pembentukan suatu sistem pendidikan dasar yang universal, wajib dan dalam batas kemampuan negara, gratis, berdasarkan undang-undang.
2. Semua warganegara berhak atas persamaan kesempatan belajar dan pendidikan profesional.
3. Negara mengakui dan mengawasi Pendidikan swasta dan pendidikan kooperatif.
4. Negara harus menjamin kepada semua warganegara, akses ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, penelitian ilmiah dan karya seni sesuai dengan kemampuan masing-masing,
5. Semua warganegara berhak mengembangkan kekaryaan dan ciptaan budaya serta wajib melindungi, mempertahankan dan melestarikan warisan budaya.

Pasal 60
Hak milik intelektual
Negara menjamin dan melindungi pembentukan, produksi dan pemasaran karya sastra, ilmiah dan artistik, termasuk perlindungan hak cipta.

Pasal 61
Lingkungan hidup
1. Semua warganegara berhak atas suatu lingkungan hidup yang sehat dan berimbang secara ekologis, serta wajib melindungi dan melestarikannya demi kepentingan generasi-generasi mendatang.
2. Negara mengakui perlunya melestarikan dan menghargai sumberdaya alam.
3. Negara wajib mengembangkan perlindungan terhadap lingkungan hidup dan tetap mempertahankan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

BAGIAN III
ORGANISASI KEKUASAAN POLITIK
JUDUL I
PRINSIP-PRINSIP UMUM

Pasal 62
Hak dan pelaksanaan kekuasaan politik
Kekuasaan politik adalah milik rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Konstitusi.

Pasal 63
Partisipasi politik warga negera
1. Partisipasi langsung dan aktif dari laki-laki dan perempuan dalam kehidupan politik, merupakan syarat dan instrumen dasar dari sistem demokratik.
2. Undang-undang memajukan persamaan hak dalam pelaksanaan hak-hak sipil
dan hak politik serta tidak adanya diskriminasi jenis kelamim dalam akses untuk
jabatan politis.
Pasal 64
Prinsip pembaharuan
Tidak seorangpun dapat memegang, seumur hidup atau untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, suatu jabatan politis.

Pasal 65
Pemilihan
1. Badan-badan kedaulatan terpilih dan badan-badan kekuasaan lokal, dipilih melalui pemilihan umum yang bersifat universal, bebas, langsung, rahasia, personal dan periodik.
2. Pendaftaran pemilih adalah wajib, resmi, satu-satunya dan universal serta diaktualisasi untuk setiap pemilihan.
3. Kampanye pemilihan umum diatur berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a) Kebebasan berpropaganda elektoral;
b) Kesamaan kesempatan dan perlakuan terhadap berbagai calon;
c) Badan-badan pemerintah tidak memihak dalam hubungan dengan calon-calon;
d) Transparansi dan pengawasan terhadap keuangan pemilihan umum
4. Konversi suara menjadi mandat, mengikuti sistem perwakilan proporsional.
5. Proses pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

Pasal 66
Referendum
1. Semua warga negara pemilih yang terdaftar dalam wilayah nasional, dapat diundang untuk menyatakan pendapat, melalui referendum, tentang hal-hal yang relevan untuk kepentingan nasional.
2. Referendo diselenggarakan oleh Presdiden Republik, atas usul dari 1/3 anggota Parlamen Nasional dan disetujui oleh 2/3 anggota-anggotanya atau atas usulan mendasar dari Pemerintah.
3. Tidak dapat diadakan referendum untuk materi-materi yang merupakan wewenang eksklusif Parlamen Nasional, Pemerintah dan Pengadilan yang ditentukan secara konstitusional.
4. Tata cara referendum ditentukan dengan undang-undang.

Pasal 67
Badan-badan kedaulatan
Lembaga-lembaga Kedaulatan Negara terdiri dari Presiden Republik, Parlamen Nasional, Pemerintah dan Pengadilan.
Pasal 68
Larangan perangkapan jabatan
1. Jabatan Presiden Republik, Presiden Parlamen Nasional, Ketua Makamah Agung,
Presiden Penggadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit, Jaka Agung dan
anggota Pemerintah tidak dapat dirangkap.
2. Undang-undang akan mendefinisikan larangan perangkapan jabatan lainnya.


Pasal 69
Prinsip pemisahan kekuasaan
Lembaga-lembaga kedaulatan negara, dalam hubungan timbal balik dan dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya, tunduk pada prinsip pemisahan kekuasaan dan saling ketergantungan secara fungsional sesuai dengan Konstitusi.

Pasal 70
Partai Politik dan hak oposisi
1. Partai-partai politik berpartisipasi dalam badan-badan kekuasaan politik sesuai dengan perwakilan demokratis masing-masing, dan berdasarkan pada hak suara universal dan langsung.
2. Diakui hak partai-partai politik untuk beroposisi secara demokratis, demikian juga hak untuk memperoleh informasi secara teratur dan langsung, tentang perkembangan hal-hal prinsipil yang menyangkut kepentingan nasional.

Pasal 71
Organisasi administratif
1. Pemerintah Pusat harus terwakili pada berbagai tingkatan administratif negara.
2. Oecusse - Ambeno diatur dengan suatu politik administratif dan suatu pengaturan ekonomi khusus.
3. Atauro diatur dengan suatu statuta ekonomi yang sepadan.
4. Pengaturan politik administratif Wilayah Republik Demokratik Timor Leste akan diatur dengan undang-undang.

Pasal 72
Pemerintah daerah
1. Pemerintah daerah adalah suatu kesatuan masyarakat hukum dalam wilayah yang memiliki badan-badan perwakilan, dengan tujuan untuk mengatur partisipasi warga masyarakat dalam penyelesaian persoalan-persoalan dalam komunitasnya dan mengembangkan pembangunan setempat, dengan tidak mengabaikan partisipasi Negara.
2. Organisasi, wewenang, tata kerja dan komposisi badan-badan kekuasaan lokal
diatur dengan undang-undang.

Pasal 73
Pengumuman hal-hal normatif
1. Dipublikasikan dalam lembaran resmi, hal-hal normatif yang dihasilkan oleh badan-badan kedaulatan.
2. Apabila tidak diumumkan hal-hal normatif seperti tersebut pada nomor sebelumnya atau tindakan-tindakan hukum apa saja dari lembaga-lembaga kedaulatan negara dan pemerintah daerah berimplikasi hilangnya kekeuatan yuridis.
3. Undang-undang mengatur tentang bentuk-bentuk pengumuman hal-hal normatif lainnya dan akibat dari kealpaan pengumuman .


JUDUL II
PRESIDEN REPUBLIK
BAB I
STATUTA, PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN

Pasal 74
Definisi
Presiden Republik adalah Kepala Negara, lambang dan penjamin kemerdekaan nasional dan persatuan Negara, pengatur jalannya institusi-institusi demokratis.

Pasal 75
Elegibilitas
1. Dapat menjadi kandidat untuk Presiden Republik, semua warga negara Timor Leste yang, secara kumulatif:
a) Berwarga negara asli;
b) Berumur sekurang-kurangnya 35 tahun;
c) Sehat jasmani dan rohani;
d) Diusulkan oleh sekurang-kurangnya lima ribu warga pemilih.
2. Masa jabatan Presiden Republik adalah 5 tahun dan berakhir dengan pelantikan
Presiden baru terpilih.
3. Masa jabatan Presiden dapat diperpanjang hanya untuk satu kali masa jabatan saja.

Pasal 76
Pemilihan
1. Presdiden Republik dipilih dalam suatu pemilihan umum, bebas, langsung, rahasia dan
personal.
2. Pemilihan Presiden Republik dilakukan dengan sistem maioritas suara sah, dengan
mengeluarkan suara-suara abstain.
3. Apabila tidak ada satupun kandidat yang memperoleh suara lebih dari separuh,
akan dilakukan pemilihan putaran kedua, pada hari ketiga puluh setelah pemungutan
suara pertama.
4. Untuk pemilihan putaran kedua hanya akan bersaing dua kandidat dengan suara terbanyak yang tidak mengundurkan diri dari kandidat.

Pasal 77
Pelantikan dan sumpah
1. Presiden Republik dikukuhkan oleh Presiden Parlamen Nasional dan dilantik, dalam
suatu upacara umum, dihadapan anggota Parlamen Nasional dan perwakilan
badan-badan kedaulatan lainnya.
2. Pelantikan dilakukan pada hari terakhir masa jabatan Presiden Republik demisioner
atau, apabila pemilihan dilakukan karena kevakuman, pelantikan dilangsungkan pada
hari kedelapan setelah pengumuman hasil pemilihan umum.
3. Pada saat pengukuhan, Presiden Republik mengucap sumpah sebagai berikut:
“Saya bersumpah, demi martabat saya, mentaati dan melaksanakan Konstitusi dan Undang-undang serta mengabdikan seluruh energi saya untuk mempertahankan dan menkonsolidasikan kemerdekaan dan persatuan nasional.”

Pasal 78
Larangan perangkapan jabatan
Presiden Republik tidak diperkenankan untuk melaksanakan jabatan politik atau fungsi publik lainnya pada level nasional dan, dalam hal apa saja, tidak diperkenankan menjalankan fungsi-fungsi pribadi.

Pasal 79
Tanggungjawab kriminal dan kewajiban konstitusional
1. Presiden Republik memiliki kekebalan hukum dalam melakanakan fungsi-fungsinya.
2. Presiden Republik menjawab dihadapan Makamah Agung, atas tindak kejahatan yang
dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi-fungsinya dan atas pelanggaran nyata
terhadap kewajiban konstitusional.
3. Prakarsa untuk memproses menjadi tanggungjawab Parlamen Nasional, atas dasar
usulan dari seperlima dan keputusan disetujui oleh maioritas duapertiga dari seluruh
anggota majelis.
4. Putusan dinyatakan dalam suatu sidang pleno Makamah Agung dalam batas waktu
maximum tiga puluh hari
5. Putusan bersalah berimplikasi pergantian dari jabatan dan menghalangi untuk dipilih
kembali.
6. Terhadap tindak kriminal yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya,
Presiden Republik menjawab juga dihadapan Makamah Agung, dan pergantian dari
jabatannya hanya dapat terlaksana apabila dijatuhi hukuman penjara.
7. Untuk kasus-kasus sebagaimana tersebut pada nomor-nomor sebelumnya, kekebalan
dapat diangkat atas inisiatif Parlamen Nasional, sesuai dengan yang tertuang dalam
nomor 3 pasal ini.
Pasal 80
Bepergian
1. Presiden Republik tidak diperkenangkan untuk meninggalkan wilayah nasional, tanpa terlebih dahulu direstui oleh Parlamen Nasional atau komisi permanentnya bila Parlamen Nasional sedang tidak bersidang.
2. Ketidak taatan terhadap no.1 Pasal ini, berimplikasi kehilangan jabatan sesuai dengan isi pasal sebelumnya.
3. Perjalanan pribadi yang tidak melebihi limabelas hari, tidak memerlukan persetujuan dari Parlamen Nasional, namun Presiden Republik harus tetap memberitahukannya kepada Parlamen Nasional.

Pasal 81
Pengunduran diri dari jabatan
1. Presiden Republik dapat mengundurkan diri dari jabatannya melalui amanat yang disampaikan kepada Parlamen Nasional.
2. Pengunduran diri menjadi efektif, apabila pemberitahuannya diketahui oleh Parlamen Nasional, tanpa mengabaikan publikasinya kemudian pada lembaran resmi.
3. Apabila Presiden Republik mengundurkan diri dari jabatan, tidak diperkenankan untuk mencalonkan diri pada pemilihan berikutnya maupun pada pemilihan tahun kelima, setelah pengunduran dirinya.


Pasal 82
Meninggal dunia, pengunduran diri atau berhalangan tetap
1. Apabila Presiden Republik meninggal dunia, mengundurkan diri atau berhalangan tetap, secara ad interin, fungsi-fungsinya dijalankan oleh Presiden Parlamen Nasional, yang dilantik dihadapan anggota Parlamen nasional dan wakil-wakil dari lembaga kedaulatan lainnya serta dikukuhkan oleh pejabat sementara Presiden Parlamen Nasional.
2. Keadaan berhalangan tetap dinyatakan oleh Badan Peradilan Tertinggi yang juga berwenang untuk memverifikasi atas kematian dan kehilangan jabatan Presiden Republik.
3. Pemilihan Presiden Republik yang baru karena meninggal dunia, pengunduran diri atau berhalangan tetap, harus dilaksanakan pada hari kesembilan puluh berikutnya.
4. Pemilihan Presdien Republik adalah untuk satu masa jabatan yang baru.
5. Apabila Presiden terpilih menolak untuk memngku jabatan, meninggal dunia atau berhalangan tetap, diterapkan ketentuan-ketentuan yang tertera dalam pasal ini .

Pasal 83
Hal-hal Luar Biasa
1. Dalam hal-hal yang dinilai luar biasa oleh Parlamen, Presiden Republik baru dipilih oleh Parlamen, setelah sembilan puluh hari, diantara anggota Parlamen, untuk memangku jabatan Presiden dan untuk melengkapi masa jabatan yang terputus.
2. Dalam hal meninggal dunia, pengunduran diri atau berhalangan tetrap terjadi dalam keadaan yang bersifat teknis atau material yang sulit untuk diatasi, akan ditentukan oleh undang-undang, yang mempersulit penyelenggaraan pemilihan Presiden Republik melalui pemilihan umum berdasarkan pasal 76, Presiden akan dipilih oleh Parlamen Nasional diantara anggota-anggota, dalam sembilan puluh haru berikutnya.

Pasal 84
Pergantian sementara
1. Selama Presiden Republik berhalangan sementara, fungsinya dijalankan oleh Presiden Parlamen Nasional atau, bila Presiden Parlamen berhalangan, akan dijalankan oleh penggantinya.
2. Mandat Presiden Parlamen Nasional atau penggantinya sebagai anggota parlamen, secara otomatis, ditangguhkan selama menjalankan fungsi Presiden Republik secara, secara ad interin.
3. Fungsi Presiden Republik pengganti atau ad interin, sebagai anggota Parlamen, untuk sementara diisi sesuai dengan aturan intern Parlamen.

BAB II
WEWENANG

Pasal 85
Wewenang
. Adalah wewenang eksklusif Presiden:
a) Mengumumkan undang-undang dan memerintahkan untuk mempublikasi resolusi-resolusi dari Parlamen Nasional yang mengesahkan kesepakatan-kesepakatan dan meratifikasi traktat-traktat serta konvensi-konvensi internasional;
b) Melaksanakan hak veto atas produk legislatif apa saja dalam waktu 30 hari, terhitung mulai tanggal diterimanya produk legislatuf tersebut;
c) Melaksanakan hak veto atas berbagai produk legislatif dalam batas waktu 30 hari, terhitung mulai tanggal diterimanya produk legislatif tersebut.
d) Menagkat dan malantik Perdana Mentri yang telah ditunjuk oleh partai atau koalisi partai-partai dengan maiyoritas dalam parlamen, setelah mendengar partai-partai politik yang memiliki perwakilan dalam Parlamenm Nasional.
e) Meminta kepada Mahkamah Agung untuk melaksanakan apreesiasi preventif dan pengawasan abstrak konstitusionallitas dari norma-norma, demikian juga verifikasi atas inkonstitusionalitas karena kesalahan.
f) Mengajukan melalui referendum, hal-hal yang memiliki relevansi untuk kepentingan nasional, berdasarkan pasal 66
g) Menyatakan negara dalam keadaan siaga atau negara dalam keadaan darurat, atas persetujuan Parlamen Nasional, setelah mendengar Dewan Negara, Pemerintah dan dewan tinggi pertahanan dan keamanan nasional.
h) Menyatakan perang dan menwujudkan perdamaian atas usul pemerintah, setelah mendengar dewan negara dan dewan tinggi pertahanan keamanan nasional, berdasarkan persetujuan dari Parlamen Nasional
i) Mengurangi dan menghapuskan dan menghapuskan hukuman, setelah mendengar pemerintah.
j) Memberi gelah honorarais tanda jasa dan pigam penghargaan, berdasarkan undang-undang

Pasal 86
Wewenang atas badan-badan lain
Dalam hubungannya dengan badan-badan lain Presiden berwenang:
a) Memimpin Dewan Tinggi Pertahanan dan Kemanan;
b) Memimpin Dewan Negara;
c) Menetapkan tanggal pemilihan untuk Presiden Republik dan Parlamen Nasional,
berdasarkan undang-undang;
d) Memohon sidang luar biasa Parlamen Nasional apabila dipandang perlu karena
alasan kepentingan nasional;
e) Menyampaikan amanat kepada Parlamen Nasional dan kepada bangsa;
f) Membubarkan Parlamen Nasional, apabila terdapat krisis institusional yang parah dan
tidak memungkinkan pembentukan Pemerintah atau pengesahan Anggaran Umum
Negara dalam jangka waktu lebih dari 60 hari, setelah mendengar partai-partai
politik yang memiliki kursi di Parlamen, Dewan Negara serta dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 100, agar tindakan pembubaran tidak dinyatakan ilegal;
g) Membubarkan Pemerintah dan memberhentikan Perdana Menteri apabila programnya
ditolak untuk yang kedua kalinya, secara berturut-turut, oleh Parlamen Nasional;
h) Mengangkat, melantik dan memberhentikan anggota-anggota Pemerintah atas usul
Perdana Menteri, berdasarkan no. 2 Pasal 105;
i) Mengangkat dua orang anggota untuk Dewan Tinggi Pertahanan dan Keamanan;
j) Mengangkat Ketua Makamah Agung dan melantik Ketua Pengadilan Tinggi
Administrasi, Fiskal dan Audit;
k) Mengangkat Jaksa Agung untuk satu masa jabatan selama enam tahun;
l) Mengangkat dan memberhentikan Assisten-assisten Jaksa Agung berdasarkan no.6
pasal 133;
m) Atas usul Pemerintah, mengangkat dan memberhentikan Panglima Angkatan
Bersenjata, Wakil Panglima Angkatan Bersenjata dan para Kepala Staf Angkatan;
untuk Wakil Panglima dan para Kepala Staf, setelah mendengar Panglima
Angkatan Bersenjata;
n) Mengangkat lima orang anggota Dewan Negara;
o) Mengangkat seorang anggota untuk Dewan Tinggi Kehakiman dan Dewan Tinggi
Oditur.

Pasal 87
Wewenang dalam hubungan internasional
Dalam hubungan internasional, Presiden Republik berwenang untuk :
a) Dalam keadaan ancaman nyata atau eminen menyatakan perang dan mewujudkan perdamaian, atas usul Pemerintah setelah mendengar Dewan Tinggi Pertahanan dan Keamanan serta atas persetujuan Parlamen Nasional atau Komisi Tetap Parlamen;
b) Mengangkat dan memberhentikan para Duta Besar, Wakil-wakil Tetap dan Utusan-utusanb Khusus, atas usul Pemerintah;
c) Menerima surat-surat kepercayan dan menyetujui akreditasi wakil-wakil diplomatik asing;
d) Berasama Pemerintah, mengendalikan seluruh proses negosiasi untuk penyelesaian kesepakatan-kesepakatan internasional di bidang pertahanan dan keamanan.

Pasal 88
Pengumuman dan Veto
1. Dalam batas waktu tiga puluh hari terhitung mulai diterimanya sesuatu diploma dari Parlamen Nasional untuk diumumkan sebagai undang-undang, Presiden Republik mengumumkannya atau menggunakan hak veto, meminta apresiasi ulang terhadap diploma tersebut dalam suatu amanat yang mendasar.
2. Bila Parlamen Nasional, dalam batas waktu sembilan puluh hari mengkonfirmasi dengan suara maioritas mutlak dari anggota yang efektif bekerja, Presiden Republik harus mengumumkan diploma itu dalam batas waktu delapan hari, terhintung mulai tanggal penerimaannya.
3. Namun demikian, dituntut maioritas 2/3 dari anggota yang hadir adalah lebih besar dari maioritas mutlak anggota yang efektif bekerja, untuk konfirmasi diploma-diploma tersebut yang memuat materi sebagaimana tertuang dalam pasal 95.
4. Dalam batas waktu 40 hari terhitung mulai dari tanggal diterimanya sesuatu diploma dari Pemerintah untuk diumumkan, Presiden Republik mengumumkannya atau menggunakan hak vetonya dan menyampaikan, secara tertulis, arti dari veto tersebut kepada Pemerintah.

Pasal 89
Tindakan Presiden ad interin
Presiden Republik ad interin tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan-tindakan yang diatur pada alinea f), g), h), i), j), k), l), m), n) dan o) dari pasal 86.

BAB III
DEWAN NEGARA

Pasal 90
Dewan Negara
1. Dewan Negara adalah lembaga konsultasi politik Presiden Republik dan dipimpin olehnya.
2. Dewan Negara terdiri dari :
a) Para mantan Presiden Republik yang tidak pernah diberhentikan;
b) Presiden Parlamen Nasional;
c) Perdana Menteri;
d) Lima orang warga negara yang dipilih oleh Parlamen Nasional, berdasarkan prinsip perwakilan proporsional, untuk masa jabatan sesuai dengan masa jabatan badan legislatif tetapi bukan anggota lembaga-lembaga kedaulatan;
e) Lima orang warga negera yang ditunjuk oleh Presiden Republik yang masa jabatannya sama dengan masa jabatan Presiden Republik dan, bukan anggota lembaga-lembaga kedaulatan.

Pasal 91
Wewenang, Organisasi dan Tata Kerja Dewan Negara
1. Merupakan wewenang Dewan Negara :
a) Memberi pertimbangan terhadap pembubaran Parlamen Nasional;
b) Memberi pertimbangan terhadap pengunduran diri Pemerintah;
c) Memberi pertimbangan terhadap pernyataan perang dan perwujudan perdamaian;
d) Memberi pertimbangan terhadap hal-hal lain berdasarkan konstitusi dan, umumnya, memberi nasehat kepada Presiden Republik dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsinya, apabila diminta;
e) Menyusun Tata Tertib interen.
2. Rapat-rapat Dewan Negara tidak terbuka untuk umum.
3. Undang-undang mengatur organisasi dan tata kerja Dewan Negara.

JUDUL III
PARLAMEN NASIONAL
BAB I
Undang-Undang dan Pemilihan

Pasal 92
Definisi
Parlamen Nasional adalah lembaga kedaulatan Republik Demokratik Timor Leste, perwakilan dari seluruh warga negara Timor Leste dengan wewenang legislatif, pengawasan dan pengambilan keputusan politik.

Pasal 93
Pemilihan dan komposisi
1. Parlamen Nasional dipilih melalui suatu pemilihan umum yang bebas, langsung, sama, rahasia dan personal.
2. Parlamen Nasional terdiri dari sekurang-kurangnya lima puluh dua aggota dan sebanyak-banyaknya enam puluh lima anggota.
3. Undang-undang akan menetapkan aturan-aturan tentang pemilihan umum, kriteria-kriteria elegibilitas, pencalonan dan tindakan-tindakan pemilihan.
4. Masa jabatan anggota parlamen nasional adalah lima tahun.

Pasal 94
Kekebalan
1. Anggota Dewan tidak menjawab, secara sipil, kriminal atau disipliner, atas suara dan
pendapat-pendapat yang dikeluarkan dalam rangka menjalankan fungsi-fungsinya;
2. Kekebalan parlamenter dapat dicabut berdasarkan ketentuan-ketentuan aturan intern Parlamen Nasional.

BAB II
Wewenang

Pasal 95
Wewenang Parlamen Nasional
1. Merupakan wewenang Parlamen Nasional, membuat undang-undang tentang hal-hal prinsipil menyangkut politik dalam dan luar negeri bangsa.
2. Merupakan wewenang eksklusif Parlamen untuk membuat undang-undang tentang:
a) Perbatasan República Democrática de Timor Leste, sesuai dengan Pasal 4;
b) Perbatasan perairan terirorial, zona ekonomi eksklusif dan hak Timor Leste atas kekayaan dasar laut sekitarnya;
c) Lambang-lambang nasional, berdasarkan nomor 2 Pasal 14;
d) Kewarganegaraan;
e) Hak, kebebasan dan jaminan;
f) Status dan kemampuan individu, hak keluarga dan hak ahli waris;
g) Pembagian wilayah;
h) Udang-undang tentang pemilihan umum dan sistem referendum;
i) Partai-partai politik dan perkumpulan-perkumpulan politik ;
j) Undang-Undang tentang keanggotaan Parlamen Nasional
k) Udang-undang tentang pemegang kekuasaan lembaga-lembaga negara;
l) Dasar-dasar sistim pendidikan;
m) Dasar-dasar sistim perlindungan sosial dan kesehatan;
n) Penanguhan jaminan konstitusional dan pernyataan negara dalam keadaan siaga dan negara dalam keadaan darurat;
o) Politik Pertahanan dan Keamanan;
p) Politik Fiskal;
q) Sistim penganggaran.
3. Merupakan wewenang juga :
a) Meratifikasi pengangkatan Ketua Makamah Agung dan Ketua Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit;
b) Mempertimbangkan laporan kegiatan Pemerintah;
c) Mengangkat seorang anggota untuk Dewan Tinggi Kehakiman dan
Dewan Tinggi Oditur;
d) Memberi pertimbangan terhadap Rencana Anggaran Negara dan laporan pelaksanaannya;
e) Mengawasi pelaksanan anggaran negara;
f) Mengesahkan dan mengumumkan kesepakatan-kesepakatan serta meratifikasi pakta-pakta dan konvensi-konvensi internasional;
g) Memberi amnesti;
h) Merestui lawatan Presiden Republik dalam rangka kunjungan kenegaraan;
i) Mengesahkan revisi terhadap Konstitusi oleh maioritas dua pertiga anggota;
j) Merestui dan mengkonfirmasi pernyataan negara dalam keadaan siaga dan negara dalam keadaan darurat;
k) Mengusulkan kepada Presiden Republik untuk dilaksanakan, melalui referendum, hal-hal untuk kepentingan nasional.
4. Masih merupakan wewenag Parlamen Nasional:
a) Mengangkat Presiden Parlamen dan anggota-anggota meja lainnya;
b) Mengangkat lima orang anggota untuk Dewan Negara;
c) Menyusun dan mengesahkan Tata Tertib;
d) Membentuk Komisi Tetap dan komisi-komisi lain dalam Parlamen.

Pasal 96
Otorisasi Legislatif
1. Parlamen Nasional dapat memberi otorisasi kepada Pemerintah untuk membuat undang-undang tentang materi-materi sebagai berikut:
a) Definisi tentang perkara, sangsi, upaya pengamanan dan persangkaan-
persangkaannya;
b) Definisi tentang hukum perdata dan hukum pidana;
c) Organisasi kehakiman dan undang-undang tentang kehakiman;
d) Sistem umum fungsi publik, undang-undang tentang kepegawaian dan
tanggungjawab Negara;
e) Dasar-dasar tentang Organisasi Pemerintahan Umum;
f) Sistem moneter;
g) Sistem keuangan dan perbankan;
h) Definisi tentang dasar-dasar suatu politik perlindungan lingkungan hidup
dan pembangunan yang berkelanjutan;
i) Sistem umum penyiaran, televisi dan media-media komunikasi massa
lainnya;
j) Pekerjaan militer atau pekerjaan wajib warga negara;
k) Sistem permintaan dan pelepasan hak untuk kepentingan umum;
l) Cara dan bentuk intervensi, pelepasan hak, nasionalisasi dan privatisasi
sarana produksi dan tanah karena alasan untuk kepentingan umum,
demikian juga kriteria penetapan ganti rugi.
2. Undang-undang tentang Otorisasi Legislatif harus mendefinisikan obyek, pengertian, batasan dan masa berlakunya yang dapat diperpanjang.
3. Undang-undang tentang Otorisasi legislatif tidak dapat digunakan lebih dari satu kali dan menjadi kedaluwarsa degan pengunduran diri Pemerintah, berakhirnya masa jabatan badan pembuat undang-undang atau dengan pembubaran Parlamen Nasional.

Pasal 97
Inisiatif Undang-undang
1. Inisiatif undang-undang dimiliki oleh:
a) Anggota Parlamen;
b) Fraksi-fraksi dalam Parlamen;
c) Pemerintah.
2. Tidak dapat disampaikan proposal, usulan undang-undang atau perubahan, penambahan belanja atau pengurangan penerimaan Negara yang telah ditetapkan dalam anggaran atau anggaran perubahan, dalam suatu tahun anggaran yang sedang berjalan .
3. Proposal dan usulan undang-undang yang ditolak tidak dapat diperbaharui pada masa persidangan yang sama.
4. Proposal dan usulan undang-undang yang tidak ditanggapi, tidak perlu diperbaharui pada masa persidangan berikutnya, kecuali berakhirnya masa jabatan badan pembuat undang-undang.
5. Usulan undang-undang menjadi kedaluwarsa dengan pengunduran diri Pemerintah.

Pasal 98
APRESIASI PARLAMEN TERHADAP TINDAKAN-TINDAKAN LEGISLATIF
1. Diploma-diploma legislatif Pemerintah, kecuali yang ditetapkan berdasarkan wewenang eksklusifnya, dapat diajukan untuk diapresiasi oleh Parlamen Nasional, untuk tidak diberlakukan atau diubah, atas permintaan seperlima anggota Parlamen, selama tiga puluh hari setelah diumumkan, dikurangi masa reses Parlamen Nasional.
2. Parlamen Nasional dapat menangguhkan, seluruh atau sebagian, berlakunya suau diploma legislatif sampai dengan diadakannya apresiasi.
3. Penangguhan menjadi kedaluwarsa, setelah berlangsung sepuluh sidang pleno tanpa diapresiasi oleh Parlamen Nasional.
4. Apabila disyahkan pemberhentian pemberlakuannya, diploma tersebut tidak berlaku lagi, terhitung mulai dipublikasikan resolusinya dalam lembaran resmi dan tidak dapat dipublikasikan kembali pada masa persidangan yang sama.
5. Apabila apresiasinya diminta dan Parlamen tidak menanggapi atau berkehendak untuk memperbaiki, tidak memberi suara terhadap undang-undang tersebut sampai dengan berakhirnya masa persidangan yang sedang berlangsung sejak berlangsungnya lima belas sidang pleno, proses apresiasi tersebut dinyatakan kedaluwarsa.

BAB III
ORGANISASI DAN TATA KERJA

Pasal 99
Masa pembuatan Undang-undang
1. Masa pembuatan Undang-undang berlgsung selama lima masa persidangan dan setiap masa persidangan berlangsung selama satu tahun.
2. Masa tugas normal Parlamen Nasional ditentukan oleh Tata Tertib.
3. Lazimnya Parlamen Nasional bersidang atas undangan Presidennya.
4. Parlamen Nasional menyelenggarakan sidang istimewa apabila ditentukan oleh Komisi Permanen, atas permintaan 1/3 anggota atau diundang oleh Presiden Republik untuk menyelesaikan hal-hal spesifik.
5. Apabila masa pembuatan Undang-undang selesai, dewan terpilih mulai dengan tugas masa pembuatan Undang-undang yang baru yang masa tugasnya ditambah dengan waktu yang cukup untuk melengkapi waktu yang sesuai dengan masa persidangan yang sedang berlangsung sampai dengan tanggal pemilihan umum.

Pasal 100
Pembubaran
1. Parlamen Nasional tidak dapat dibubarkan dalam enam bulan setelah pemilihan umum, pada semester akhir masa jabatan Presiden Republik atau selama berlakunya Negara dalam keadaan siaga atau Negara dalam keadaan darurat, dengan ancaman tidak memiliki kekuatan hukum tindakan pembubaran tersebut.
2. Pembubaran Parlamen tidak mempengaruhi mandat anggota Parlamen, sampai dengan sidang pertama parlamen setelah pemilihan umum berikutnya.

Pasal 101
Partisipasi Aparat Pemerintah
1. Aparat Pemerintah berhak untuk menghadiri rapat-rapat pleno Parlamen Nasional dengan hak suara, berdasarkan Tata Tertib.
2. Diadakan sidang dengar pendapat dengan Pemerintah atas permintaan anggota Parlamen, berdasarkan Tata Tertib.
3. Parlamen Nasional atau Komisi-Komisi Parlamen dapat meminta partisipasi Aparat Pemerintah dalam pekerjaannya.

BAB IV
KOMISI TETAP

Pasal 102
Komisi Tetap
1. Komisi Tetap berfungsi selama periode Parlamen Nasional bubar, pada interval antara masa persidangan dan, dalam kasus lain yang diatur dalam konstitusi.
2. Komisi Tetap dipimpin oleh Presiden Parlamen Nasional dan keanggotaannya terdiri dari para Wakil Presiden dan oleh anggota yang ditunjuk Partai Politik, sesuai dengan perwakilannya di Parlamen.
3. Merupakan wewenang Komisi Tetap, masing-masing:
a) Mengikuti aktivitas Pemerintah dan aktivitas penyelenggaraan pemerintahan;
b) Mengkoordinir kegiatan Komisi-komisi Parlamen Nasional;
c) Memprakarsai pemanggilan untuk Parlamen Nasional, apabila dipandang perlu;
d) Mempersiapkan dan mengorganisir sidang-sidang Parlamen Nasional;
e) Merestui bepergian Presiden Republik berdasarkan Pasal 80;
f) Mengarahkan hubungan antara Parlamen Nasional dan parlamen-parlamen serta institusi-institusi analog dari negara lain;
g) Merestui pernyataan Negara dalam keadaan siaga atau Negara dalam keadaan darurat.


JUDUL IV
PEMERINTAH
BAB I
DEFINISI DAN STRUKTUR

Pasal 103
Definisi
Pemerintah adalah badan kedaulatan Negara yang bertanggungjawab atas pengendalian dan pelaksanaan politik umum Negara dan merupakan badan tertinggi Pemerintahan Umum.

Pasal 104
Komposisi
1. Pemerintah terdiri dari Perdana-Menteri, para Menteri dan para Sekretaris Negara.
2. Pemerintah dapat menyertakan seorang atau lebih Wakil Perdana-Menteri dan beberapa Wakil-Menteri.
3. Jumlah, sebutan dan atribut dari Kementerian-Kementerian dan Sekretariat-Sekretariat Negara akan didefinisikan dengan Diploma Legislatif Pemerintah.

Pasal 105
Dewan Menteri
1. Dewan Menteri terdiri dari Perdana-Menteri, Wakil-Wakil Perdana Menteri , jika ada, dan Menteri-Menteri.
2. Dewan Menteri diundang dan diketuai oleh Perdana-Menteri.
3. Dapat diundang untuk mengambil bagian dalam rapat Dewan Menteri, tanpa hak suara, para Wakil Menteri, jika ada, dan para Sekretaris Negara.

BAB II
PENGATURAN DAN TANGGUNGJAWAB

Pasal 106
Pengangkatan
1. Perdana-Menteri ditunjuk oleh partai pemenang atau oleh koalisi partai-partai politik dengan maioritas perwakilan dalam parlamen dan diangkat oleh Presiden Republik, setelah mendengar partai-partai politik yang terwakili dalam Parlamen Nasional
2. Anggota-anggota Pemerintah lainnya diangkat oleh Presiden Republik atas usul Perdana
Menteri.

Pasal 107
Tanggungjawab Pemerintah
Pemerintah bertanggungjawab kepada Presiden Republik dan kepada Parlamen Nasional atas pengendalian dan pelaksanaan politik intern dan ekstern, berdasarkan Konstitusi dan Undang-Undang.
Pasal 108
Program Pemerintah
1. Setelah diangkat, Pemerintah harus menyusun programnya yang mencakup tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang akan dilaksanakan, kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh dan orientasi-orientasi politik utama yang ingin diikuti dalam aktivitas pemerintahan.
2. Dalam batas waktu maximum 30 hari, terhitung mulai dari tanggal mulainya fungsi-fungsi Pemerintah, Perdana Menteri mangajukan Program Pemerintah yang telah disetujui oleh Dewan Menteri kepada Parlamen Nasional untuk diapresiasi.

Pasal 109
Penilaian atas Program Pemerintah
1. Program Pemerintah diajukan kepada Parlamen Nasional untuk diapresiasi dan, jika Parlamen sedang tidak bersidang maka wajib diundang untuk itu.
2. Debat-debat tentang Program Pemerintah tidak boleh berlangsung lebih dari lima hari dan sampai dengan penutupannya, setiap kelompok dalam parlamen dapat menyatakan penolakannya atau Pemerintah dapat meminta satu mosi percaya.
3. Penolakan Program Pemerintah menuntut adanya dukungan dari mayoritas mutlak anggota-anggota Parlamen Nasional yang sedang bertugas.


Pasal 110
Permintaan mosi percaya
Pemerintah dapat meminta Kepada Parlamen Nasional, pengesahan satu mosi percaya atas suatu pernyataan politik umum atau atas hal apa saja yang relevan untuk kepentingan nasional.

Pasal 111
Mosi Teguran
1. Atas inisiatif seperempat anggota-anggota yang sedang bertugas,
Parlamen Nasional dapat melakukan voting terhadap mosi-mosi teguran kepada
Pemerintah, atas pelaksanaan programnya atau atas hal-hal yang relevan untuk
kepentingan nasional.
2. Jika mosi teguran itu tidak mendapatkan dukungan, para pelopornya tidak diperkenankan untuk mengajukan mosi lain dalam masa sidang yang sama.

Pasal 112
Pemberhentian Pemerintah
1. Pemerintah diberhentikan karena:
a) Awal mandat legislatif yang baru;
b) Persetujuan Presiden Republik atas permohonan pengunduran diri dari Perdana-Menteri;
c) Perdana-Menteri meninggal dunia atau berhalangan tetap;
d) Penolakan Program Pemerintah kedua kali, secara berturut-turut;
e) Tidak dikabulkannya suatu permintaan mosi percaya;
f) Pengesahan satu mosi teguran oleh mayoritas mutlak dari anggota-anggota Parlamen yang sedang bertugas.
2. Presiden hanya dapat memberhentikan Perdana-Menteri dalam kasus-kasus sebagaimana tersebut pada nomor sebelumnya, setelah mendengar Dewan Negara dan apabila tindakan itu dianggap penting untuk menjamin kenormalan jalannya institusi-institusi demokratis.

Pasal 113
Tanggungjawab kriminal pejabat Pemerintah
1. Pejabat Pemerintah yang didakwa, secara definitif, atas sebuah kejahatan yang dapat dihukum dengan dua tahun penjara atau lebih, diberhentikan dari jabatannya dalam rangka menjalankan proses hukum;

2. Jika terjadi dakwaan definitif atas kejahatan dengan hukuman penjara sampai degan dua tahun, Parlamen Nasional dapat memutuskan apakah pejabat Pemerintah yang bersangkutan harus atau tidak harus diberhentikan untuk maksud-maksud yang sama.

Pasal 114
Kekebalan Aparat Pemerintah
Tidak seorang pun aparat Pemerintah dapat ditahan atau dipenjarakan tanpa persetujuan dari Parlamen Nasional, kecuali tertangkap basah atas tindak kejahatan yang hukumannya adalah penjara dengan batas waktu maximum lebih dari dua tahun.


BAB III
WEWENANG

Pasal 115
Wewenang Pemerintah
1. Adalah wewenang Pemerintah:
a) Mendefinisikan dan melaksanakan politik umum Negara, setelah memperoleh pengesahan dari Parlamen Nasional;
b) Menjamin pelaksanaan hak dan kebebasan asasi warganegara;
c) Menjamin ketertiban umum dan disiplin sosial;
d) Menyiapkan Rencana dan Anggaran Umum Negara serta melaksanakannya, setelah
disyahkan oleh Parlamen Nasional;
e) Mengendalikan kegiatan ekonomi dan kegiatan sektor-sektor sosial;
f) Mempersiapkan dan merundingkan traktat-traktat, kesepakatan-kesepakantan dan
menyelenggarakan, mengesahkan, mengambil bagian dan mengungkapkan kesepakatan-
kesepakatan internasional yang bukan wewenang dari Parlamen Nasional atau Presiden
Republik;
g) Mendefinisikan dan melaksanakan politik luar negeri;
h) Menjamin representasi Republik Demokratik Timor-Leste dalam hubungan luar negeri;
i) Mengendalikan sektor-sektor sosial dan sektor-sektor ekonomi Negara;
j) Mengendalikan politik buruh dan politik perlindungan sosial;
k) Menjamin perlindungan dan konsolidasi terhadap penguasaan publik atas kekayaan Negara;
l) Mengarahkan dan mengkoordinir aktivitas kementerian dan institusi lain yang berada dibawah Dewan Menteri ;
m) Mengembangkan pembangunan sektor koperasi dan mendukung produksi rumah tangga;
n) Mendukung pelaksanaan inisiatif usaha ekonomis pribadi;
o) Melakukan segala usaha dan mengusahakan langkah-langkah preventif yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi sosial dan pemenuhan kebutuhan komunitas Timor Leste;
p) Melaksanakan wewenang lain yang diberikan oleh Konstitusi atau oleh undang-undang.
2. Masih merupakan wewenang Pemerintah terhadap lembaga lain:
a) Mengajukan rancangan Undang-Undang dan resolusi-resolusi kepada Parlamen
Nasional;
b) Mengusulkan deklarasi perang atau perwujudan perdamaian kepada Presiden Republik;
c) Mengusulkan pernyataan negara dalam keadaan siaga dan negara dalam keadaan darurat
kepada Presiden Republik;
d) Mengusulkan pelaksanaan referendum atas hal-hal yang relevan untuk pentingan nasional kepada Presiden Republik;
e) Mengusulkan pengangkatan para Duta Besar, Perwakilan-Perwakilan Tetap dan Utusan-
Utusan Khusus kepada Presiden Republik;

3. Masih merupakan wewenang legislatif eksklusif Pemerintah, materi tentang organisasi dan tata kerjanya, demikian juga penyelenggaraan pemerintahan, secara langsung maupun tidak langsung.
Pasal 116
Wewenang Dewan Menteri
Merupakan wewenang Dewan Menteri :
a) Mendefinisikan garis-garis besar politik Pemerintah demikian juga tentang pelaksanaannya;
b) Memberi pertimbangan terhadap permohonan mosi percaya kepada Parlamen Nasional;
c) Mengesahkan usulan undang-undang dan usulan resolusi;
d) Mengesahkan Dekrit-dekrit, demikian juga kesepakatan-kesepakatan internasional yang tidak perlu disampaikan kepada Parlamen Nasional;
e) Mengesahkan kebijakan-kebijakan Pemerintah yang menyangkut penambahan atau pengurangan penerimaan dan pengeluaran umum;
f) Mengesahkan rencana-rencana.

Pasal 117
Wewenang Pejabat Pemerintah
1. Perdana-Menteri berwewenang:
a) Memimpin Pemerintah;
b) Memimpin Dewan Menteri;
c) Mengendalikan dan mengarahkan politik umum Pemerintah melalui kordinasi terhadap
tindakan-tindakan semua Menteri, tanpa mengurangi tanggungjawab tiap-tiap Menteri
atas Departamen Pemerintah yang dipimpinnya;
d) Melaporkan kepada Presiden Republik semua hal yang berhubungan dengan politik intern
dan ekstern Pemerintah;
e) Melaksanakan fungsi-fungsi lain yang dilimpahkan oleh Konstitusi dan oleh Undang-
Undang.
2. Menteri-Menteri berwewenang:
a) Menjalankan politik yang telah didefinisikan bagi Kementeriannya;
b) Menjamin hubungan antara Pemerintah dengan badan-badan Negara lainnya dalam konteks Kementeriannya;
3. Dekrit-Dekrit dan Peraturan-Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh Perdana Menteri dan Menteri-Menteri yang berwewenang atas materinya.

JUDUL V
PENGADILAN
BAB I
PENGADILAN DAN ODITUR

Pasal 118
Fungsi Yurisdisional
1. Pengadilan adalah badan kedaulatan dengan wewenang untuk menjalankan hukum, atas nama rakyat.
2. Dalam menjalankan fungsi-fungsinya, pengadilan berhak memperoleh bantuan dari aparat pemerintah lainnya.
3. Putusan pengadilan adalah mutlak untuk dilaksanakan dan berada diatas kebijakan penguasa manapun juga.

Pasal 119
Independency
Pengadilan adalah independen dan hanya tunduk kepada Konstitusi dan Undang-Undang.


Pasal 120
Apresiasi terhadap inkonstitusionalitas
Pengadilan tidak diperkenankan menggunakan norma-norma yang bertentangan dengan Konstitusi atau prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya.

Pasal 121
Hakim
1. Fungsi yudikatif adalah eksklusif dimiliki oleh para hakim dan dikukuhkan berdasarkan undang-undang.
2. Dalam pelaksanaan tugasnya, para hakim adalah merdeka dan hanya tunduk pada Konstitusi, Undang-undang dan hati nuraninya.
3. Para hakim tidak dapat dipindahkan, diberhentikan sementara, dimutasikan, dipensiunkan atau diberhentikan, kecuali berdasarkan undang-undang.
4. Untuk menjamin kemerdekaannya, para hakim dijamin untuk tidak bertanggungjawab terhadap dakqwaan atau kebijakan-kebijakan, kecuali diatur dalam undang-undang.
5. Undang-undang mengatur organisasi yudikatif dan undang-undang tentang kehakiman.

Pasal 122
Eksklusivisme
Dalam pelakanaan tugasnya, para hakim tidak diperkenankan untuk menjalankan fungsi publik atau pribadi, kecuali aktivitas sebagai dosen atau peneliti ilmiah yang bersifat yuridis, berdasarkan undang-undang.

Pasal 123
Kategori-kategori Pengadilan
1. Kategori-kategori pengadilan di Republik Demokratik Timor Leste adalah sebagai berikut:
a) Makamah Agung dan pengadilan-pengadilan lainnya;
b) Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit serta Pengadilan-Pengadilan Administrasi Tingkat Pertama;
c) Pengadilan militer.
2. Tidak diperkenankan adanya pengadilan pengecualian dan tidak akan ada pengadilan khusus untuk mengadili jenis-jenis kejahatan tertentu.
3. Dibenarkan kehadiran pengadilan tentang kelautan dan pengadilan arbitrase.
4. Undang menentukan pembentukan, organisasi dan tata kerja pengadilan-pengadilan sebagaimana tersebut pada nomor-nomor sebelumnya.
5. Undang-undang dapat membentuk instrumen-instrumen dan bentuk-bentuk dari komposisi non yudisial dari konflik.

Pasal 124
Makamah Agung
1. Makamah Agung adalah lembaga yudikatif tertinggi dalam hirarki pengadilan-pengadilan, penjamin keseragaman penggunaan undang-undang dan memiliki yurisdiksi di seluruh wilayah nasional.
2. Merupakan wewenang Makamah Agung, menyelenggarakan peradilan terhadap materi-materi yang bersifat yuridis-konstitusional dan elektoral.
3. Ketua Makamah Agung diangkat oleh Presiden Republik diantara para hakim dari Makamah Agung untuk satu masa jabatan selama enam tahun.

Pasal 125
Tata Kerja dan Komposisi
1. Makamah Agung berfungsi :
a) Dalam seksi-seksi sebagai Pengadilan Tinggi Tingkat Pertama, sesuai dengan Undang-undang;
b) Secara paripurna, sebagai pengadilan tinggi tingkat dua dan satu-satunya instansi dalam hal-hal yang, secara jelas, ditentukan oleh undang-undang.
2. Makamah Agung terdiri dari Hakim-hakim karier, hakim-hakim dari Oditur atau dari pakar-pakar hukum yang berjasa dalam jumlah yang akan ditentukan oleh undang-undang, dan:
a) Seorang dipilih oleh Parlamen Nasional;
b) Sedangkan yang lainnya ditunjuk oleh Dewan Tinggi Kehakiman.

Pasal 126
Wewenang konstitusional dan elektoral
1. Merupakan wewenang Makamah Agung dalam hal-hal yuridis-konstitusional:
a) Mengapresiasi dan menyatakan tidak konstitusional dan tidak legal, tindakan-tindakan legislatif dan normatif dari badan-badan negara;
b) Secara preventif, memeriksa konstitusionalitas dan legalitas referéndum;
c) Memeriksa ketidak konstitusionalan yang ditimbulkan karena kesalahan;
d) Memutuskan, dalam hal banding, untuk tidak menggunakan norma-norma yang dinyatakan inkonstitusional, oleh pengadilan-pengadilan tinggi;
e) Memeriksa legalitas pembentukan partai-partai politik dan koalisi-koalisinya serta memerintahkan pendaftaran atau pembubarannya, berdasarkan konstitusi dan undang-undang.
f) Melaksanakan wewenang lain yang ditentukan dalam Konstitusi atau undang-undang.
2. Dalam hal spesifik tentang pemilihan, menjadi wewenang Makamah Agung:
a) Memeriksa syarat-syarakat legal yang ditentukan untuk pencalonan Presiden Republik;
b) Memberi restu terakhir terhadap kenormalan dan keabsahan tindakan-tindakan dari proses elektoral, berdasarkan undang-undang yang bersangkutan;
c) Mengesahkan dan mengumumkan hasil-hasil proses pemilihan umum.

Pasal 127
Kelayakan Pemilihan
1. Hanya dapat menjadi anggota Makamah Agung, hakim-hakim karier, hakim-hakim dari Oditur atau pakar-pakar hukum yang diakui jasanya serta berwargawarganegara nasional.
2. Selain dari kriteria-kriteria tersebut pada nomor sebelumnya, undang-undang dapat menentukan lain.

Pasal 128
Dewan Tinggi Kehakiman
1. Dewan Tinggi Kehakiman adalah badan manajemen dan disiplin intern Dewan Kehakiman yang berwenang untuk mengangkat, menempatkan, memindahkan dan mempromosikan para hakim.
2. Dewan Tinggi Kehakiman dipimpin oleh Ketua Makamah Agung dan keanggotaannya adalah sebagai berikut:
a) Seorang ditunjuk oleh Presiden Republik;
b) Seorang dipilih oleh Parlamen Nasional;
c) Seorang ditunjuk oleh Pemerintah;
d) Seorang dipilih diantara para hakim dan oleh para hakim.
3. Wewenang, Organisasi dan Tata Kerja Dewan Tinggi Kehakiman diatur dengan Undang-undang.

Pasal 129
Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit
1. Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit adalah badan tinggi dalam hirarki Pengadilan-pengadilan Admnistrasi, Fiscal dan Audit tanpa mengabaikan wewenang Makamah Agung.
2. Ketua Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiscal dan Audit dipilih oleh dan diantara para hakim untuk satu masa jabatan selama empat tahun.
3. Merupakan wewenangan Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit, sebagai instansi tunggal, pengawasan atas legalitas pengeluaran-pengeluaran publik dan mengaudit pengeluaran Negara.
4. Merupakan wewenag Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiscal dan Audit serta Pengadilan Administrasi, Fiscal dan Audit tingkat pertama:
a) Mengadili perkara-perkara yang bermuatan materi sengketa darurat dan memiliki hubungan yuridis administratif dan fiskal;
b) Mengadili permohonan-permohonan banding yang bersifat bertentangan dan tumpang tindih dari kebijakan-kebijakan badan-badan negara, dari pemegang kekuasaan badan-badan yangbersangkutan serta aparat-aparatnya;
c) Menjalankan wewenang lain yang diberikan oleh Undang-undang.

Pasal 130
Pengadilan Militer
1. Adalah wewenang pengadilan militer, pada tingkat pertama, mengadili kejahatan-kejahatan yang berisfat militer.

2. Wewenang, organisasi, komposisi dan cara kerja Pengadilan Militer ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 131
Persidangan Pengadilan
Persidangan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali Pengadilan yang
bersangkutan menentukan lain, dalam suatu keputusan yang mendasar, untuk
menjaga kehormatan orang, moral publik dan keamanan nasional atau untuk
menjamin kenormalan fungsi-fungsinya.


BAB II
KEJAKSAAN

Pasal 132
Fungsi dan Peranan
1. Kejaksaan mewakili Negara, melaksanakan tindakan-tindakan hukum, menjamin perlindungan terhadap kalangan usia muda, yang tidak hadir dan tidak mampu, membela legalitas demokratik dan mempromosikan ketaatan terhadap hukum.
2. Kejaksaan merupakan suatu kekuasaan yang tersusun, secara hierarkis, dibawah Jaksa Agung.
3. Dalam melaksanakan tugasnya, aparat kejaksaan diwajibkan dengan kriteria legalitas, obyektivitas, bebas dan tunduk kepada norma-norma dan perintah-perintah menurut undang-undang.
4. Kejaksaan memiliki undang-undang sendiri dan, dengan demikian aparat-aparatnya tidak dapat diberhentikan sementara, dipensiunkan atau diberhentikan, kecuali ditentukan dengan undang-undang.

Pasal 133
Kejaksaan Agung
1. Kejaksaan Agung adalah badan tertinggi dari Oditur dengan komposisi dan wewenang ditentukan oleh undang-undang.
2. Kejaksaan Agung dipimpin oleh Jaksa Agung yang, apabila tidak berada di tempat atau berhalangan, diganti berdasarkan undang-undang.
3. Jaksa Agung diangkat oleh Presiden Republik untuk satu masa jabatan selama enam tahun, berdasarkan undang-undang.
4. Jaksa Agung bertanggungjawab kepada Kepala Negara dan menyampaikan laporan tahunan kepada Parlamen Nasional.
5. Jaksa Agung dapat meminta kepada Makamah Agung, pernyataan tentang inkonstitusionalitas, dengan kekuatan yang mengikat, terhadap norma-norma yang dinyatakan inkonstitusional dalam tiga kasus kongkrit.
6. Asisten-asisten Jaksa Agung diangkat, dipecat dan diberhentikan oleh Presiden Republik setelah mendengar Dewan Tinggi Kejaksaan.

Pasal 134
Dewan Tinggi Kejaksaan
1. Dewan Tinggi Kejaksaan merupakan bagian integral dari Kejaksaan Agung.

2. Dewan Tinggi Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung dan keanggotaannya terdiri dari:
a) Seorang ditunjuk oleh Presiden Republik;
b) Seorang dipilih oleh Parlamen Nasional;
c) Seorang ditunjuk oleh Pemerintah;
d) Seorang dipilih dari dan oleh para hakim dari Kejaksaan.
3. Wewenang, susunan dan tata kerja Dewan Tinggi Kejaksaan ditentukan oleh Undang-undang.

BAB III
PENGACARA

Pasal 135
Pengacara
1. Pelaksanaan pelayanan yuridis dan yudikatif adalah kepentingan sosial dan, oleh karena itu para pengacara dan pembela harus berpedoman kepada prinsip tersebut.
2. Para Pengacara dan para Pembela memiliki sebagai tugas utama, memberi kontribusi untuk suatu administrasi peradilan yang baik dan mengutamakan hak dasar warga negara.
3. Pelaksanaan advokasi diatur dengan undang-undang.

Pasal 136
Jaminan dalam penyelenggaraan advokasi
1. Negara harus menjamin, berdasarkan undang-undang, keutuhan atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi pengacara, tidak diperkenankan pengeledahan, penahanan, pendaftaran atau tindakan-tindakan hukum lain, tanpa kehadiran hakim yang berkompeten dan, bila perlu, kehadiran pengacara yangbersangkutan.
2. Para pengacara berhak untuk menyampaikan, secara langsung, dengan jaminan kerahasiaan dengan klien-kliennya, terutama apabila klien-kliennya berada dalam tahanan sipil atau militer.

BAB VI
PEMERINTAHAN UMUM

Pasal 137
Dasar-dasar Pemerintahan Umum
1. Penyelengaraan Pemerintahan Umum bertujuan untuk melaksanakan kepentingan umum dalam hal menghormati hak dan kepentingan asasi warganegara dan hak badan-badan konstitusional.
2. Pemerintahan Umum disusun untuk menghindari birokratisasi, mendekatkan seluruh kegiatan kepada masyarakat dan menjamin partisipasi dari yang berkepentingan dalam managemannya secara efektif.
3. Undang-undang menentukan hak dan jaminan dari yang dipimpin seperti, melawan tindakan-tindakan yang merugikan hak-hak dan kepentingan-kepentingan asasinya.

BAGIAN IV

ORGANISASI EKONOMI DAN KEUANGAN
JUDUL I
PRINSIP-PRINSIP UMUM

Pasal 138
Organisasi Ekonomi
Organisasi ekonomi Timor Leste berasaskan kombinasi dari bentuk-bentuk kemasyarakatan dengan kebebasan berinisiatif dan manajemen perusahaan serta dalam kebersamaan sektor publik, sektor swasta, sektor kooperasi dan sosial atas kepemilikan faktor-faktor produksi.

Pasal 139
Sumber Daya Alam
1. Sumber daya yang terdapat di tanah, lapisan bawah tanah, perairan wilayah, landasan kontinental serta Zona Ekonomi Eksklusif yang vital bagi ekonomi, dimiliki oleh Negara dan harus digunakan secara adil dan merata, sesuai dengan kepentingan nasional.
2. Syarat-syarat pemanfaatan sumber daya alam yang dirujuk pada nomor sebelumnya harus menuju pada pembentukan cadangan keuangan wajib, sesuai dengan undang-undang.
3. Pemanfaatan sumberdaya alam harus mempertahankan keseimbangan ekologis
dan menghindari pengrusakkan ekosistem.

Pasal 140
Investasi
Negara harus mengembangkan investasi nasional dan menciptakan kondisi untuk menarik investasi asing dengan mempertimbangkan kepentingan nasional, berdasarkan undang-undang.

Pasal 141
Tanah
Kepemilikan, penggunaan dan penguasaan tanah secara berguna, sebagai salah satu faktor produksi ekonomi, diatur oleh undang-undang.

JUDUL II
SISTEM KEUANGAN DAN FISKAL

Pasal 142
Sistim Keuangan
Sistem keuangan diatur dengan undang-undang sedemikian rupa untuk menjamin pengadaan, pemungutan dan keamanan dana serta pengunaan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi dan sosial.

Pasal 143
Bank Sentral
1. Negara harus mendirikan sebuah Bank Sentral Nasional yang akan bertanggung jawab bersama atas definisi dan pelaksanaan politik moneter dan keuangan.

2. Undang-undang mendefinisikan hubungan antara Bank Sentral, Parlamen dan Pemerintah.
3. Bank Sentral memiliki wewenang eksklusif untuk mengeluarkan mata uang nasional.

Pasal 144
Sistem Fiskal
1. Negara harus mendirikan sebuah sistem fiskal yang memenuhi kebutuhan keuangan serta menunjang suatu pembagian kekayaan dan penghasilan negara yang adil.
2. Pajak dan retribusi diatur dengan undang-undang yang menetapkan sasaran pemungutan, pemanfaatan fiskal dan jaminan bagi para pembayar pajak.


Pasal 145
Anggaran Umum Negara
1. Anggaran Umum Negara disusun oleh Pemerintah dan ditetapkan oleh Parlemen
Nasional;
2. Undang-undang tentang anggaran harus memprediksi, atas dasar efisiensi dan
efektivitas, penguraian penerimaan dan belanja, demikian juga menghindari adanya
hibah atau dana rahasia.
3. Pelaksanaan anggaran akan diawasi oleh Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal,
dan Audit serta oleh Parlamen Nasional.

BAGIAN V
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL
Pasal 146
Angkatan Bersenjata
1. Angkatan Bersenjata Timor-Leste FALINTIL/FDTL, adalah penanggungjawab atas pertahanan militer Republik Demokratik Timor-Leste dan, secara eksklusif, terdiri dari warganegara nasional dan organisasinya adalah satu-satunya untuk seluruh wilayah nasional.
2. FALINTIL/FDTL menjamin kemerdekaan nasional, integritas teritorial serta kebebasan dan keamanan penduduk terhadap setiap bentuk agresi atau ancaman dari luar, dengan tetap menghormati aturan konstitusional.
3. FALINTIL/FDTL adalah non-partisan, taat kepada badan-badan kedaulatan yang berkompeten, berdasarkan konstitusi dan undang-undang, serta tidak diperkenankan melakukan intervensi politik apapun.

Pasal 147
Kepolisian dan angkatan keamanan
1. Polisi membela legalitas demokratik dan menjamin keamanan intern bagi semua warganegara serta bersifat non-partisan.
2. Pencegahan kriminil wajib dilaksanakan dengan tetap menghormati hak-hak asasi manusia.
3. Undang-undang menetapkan rejim kepolisian beserta angkatan keamanan lainnya.

Pasal 148
Dewan Tinggi Pertahanan dan Keamanan
1. Dewan Tinggi Pertahanan dan Keamanan adalah badan konsultasi bagi Presiden Republik untuk hal-hal yang berkaitan dengan pertahanan dan kedaulatan.
2. Dewan Tinggi Pertahanan dan Keamanan diketuai oleh Presiden Republik dan wajib menyertakan unsur-unsur sipil dan militer dimana unsur sipil menjadi mayoritas.
3. Komposisi, organisasi dan tata kerja Dewan Tinggi Pertahanan dan Keamanan, ditetapkan dengan undang-undang.

BAGIAN VI
JAMINAN DAN REVISI KONSTITUSIONAL
JUDUL I
JAMINAN KONSTITUSI

Pasal 149
Pengawasan Preventif atas konstitusionalitas
1. Presiden Republik dapat meminta kepada Makamah Aggung, apresiasi preventif atas konstitusionalitas sesuatu diploma yang telah dikirimkan kepada Presiden Republik untuk diumumkan.
2. Apresiasi preventif atas konstitusionalitas dapat diminta dalam batas waktu dua puluh hari, terhitung mulai tanggal penerimaan diploma dan, Makamah Aggung harus menentukan sikap dalam batas waktu dua puluh lima hari serta dapat dikurangi oleh Presiden Republik karena alasan mendesak.
3. Apabila dinyatakan inkonstitusional, Presiden Republik mengirim kopy dari putusan kepada Pemerintah atau Parlamen Nasional, dengan meminta peninjauan kembali terhadapa diploma tersebut, sesuai dengan keputusan Makamah Aggung.
4. Veto inkonstitusionalitas terhadap diploma dari Parlamen Nasional yang dikirim untuk diumumkan dapat dinyatakan kedaluwarsa berdasarkan Pasal 88, dengan penyessuaian-penyessuaiannya.

Pasal 150
Pengawasan abstrak terhadap inkonstitusionalitas
Berhak untuk meminta pernyataan inkonstitusionalitas:
a) Presiden Republik;
b) Presiden Parlamen Nasional;
c) Jaksa Agung, berdasarkan penolakan penggunaan norma-norma yan dinyatakan inkosntitusional, oleh pengadilan, dalam tiga kasus kongkrit;
d) Perdana Menteri;
e) Seperlima anggota Parlamen ;
f) Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 151
Inkonstitusionalitas karena kesalahan
Presdien Republik, Jaksa Agung dan Dewan Pelindung Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat meminta kepada Makamah Agung verifikasi atas inkonstitusionalitas karena kesalahan, terhadap norma-norma legislatif yang diperlukan untuk memperjelas norma-norma konstitusional.

Pasal 152
Pengawasan konkrit atas konstitusionalitas
1. Dapat diajukan banding ke Makamah Aggung atas putusan-putusan pengadilan:
a) Yang menolak digunakannya sesuatu norma dengan alasan karena inkonstitusionalitasnya;
b) Yang menggunkan norma-norma yang inkonstitusionalitasnya telah diangkat selama proses.
2. Banding sebagaimana tersebut pada alinea b) nomor sebelumnya hanya dapat diungkapakan oleh yang telah mengangkat masalah inkonstitusionalitasnya
3. Sistim penerimaan banding diatur oleh undang-undang.

Pasal 153
Putusan Makamah Aggung
Putusan-putusan Makamah Aggung tidak kebal terhadap banding dan diumumkan dalam lembaran resmi, mempunyai kekuatan hukum wajib, dalam proses pengawasan abstrak dan konkrit apabila diungkapkan dalam pengertian inkonstitusionalitas.

JUDUL II
REVISI KONSTITUSI

Pasal 154
Inisiatif dan waktu revisi
1. Inisiatif revisi terhadap Konstitusi merupakan wewenang dari anggota-anggota dan fraksi-fraksi Parlamen.
2. Parlamen Nasional dapat merevisi Konstitusi setelah enam tahun publikasi Undang-Undang revisi yang terakhir.
3. Batas waktu enam tahun untuk revisi konstitusi yang pertama, dihitung mulai dari tanggal mulai berlakunya Konstitusi ini.
4. Parlamen Nasional, terlepas dari sesuatu batas waktu, dapat melaksanakan hak-hak revisi konstitusi oleh mayoritas empat/lima dari anggota yang sedang efektif bekerja.
5. Usul-usul revisi harus diserahkan kepada Parlamen Nasional 120 hari sebelum tanggal perdebatan dimulai.
6. Setelah menyampaikan suatu konsep revisi konstitusional, berdasarkan nomor sebeleumnya, konsep revisi lainnya harus disampaikan dalam batas waktu 30 hari.

Pasal 155
Pengesahan dan pengumuman
1. Perubahan-perubahan pada Konstitusi disyahkan oleh maioritas dua pertiga dari anggota-anggota Parlamen yang sedang aktif.
2. Konstitusi, dalam naskahnya yang baru, harus dipublikasikan bersama-sama dengan Undang-Undang revisi.
3. Presiden Republik tidak boleh menolak pengumuman Undang-Undang revisi.

Pasal 156
Batas-batas materiil dari revisi
1. Undang-Undang revisi konstitusi harus menghormati:
a) Kemerdekaan nasional dan kesatuan Negara;
b) Hak, kebebasan dan jaminan warganegara;
c) Bentuk Pemerintahan Republik;
d) Pemisahan kekuasaan;
e) Kemerdekaan pengadilan;
f) Multipartidarisme dan hak oposisi demokratik;
g) Pemilihan umum yang bebas, universal, langsung, rahasia dan periodik untuk pejabat-pejabat dari lembaga-lembaga kedaulatan negara, demikian juga sistim perwakilan proporsional;
h) Tiadanya agama resmi Negara;
i) Prinsip dekonsentrasi dan desentralisasi administratif;
j) Bendera Nasional.
k) Tanggal proklamasi kemerdekaan nasional.
2. Alinea-alinea c), h) dan j) dapat direvisi melalui referendum nasional, berdasarkan
undang-undang.

Pasal 157
Batas-batas situasional revisi
Selama Negara dalam keadaan siaga atau dalam keadaan darurat, tidak diperkenankan melakukan suatu tindakan revisi konstitusi.

BAGIAN VII
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP DAN TRANSITORIS

Pasal 158
Traktat, kesepakatan dan aliansi
Konfirmasi, pemihakkan dan ratifikasi konvensi-konvensi, traktat-traktat,
kesepakatan-kesepakatan atau aliansi-aliansi bilateral atau multilateral akan
diputuskan, kasus per kasus, oleh badan-badan yang berkompeten.

Pasal 159
Bahasa-bahasa kerja
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggeris merupakan bahasa-bahasa kerja yang digunakan dalam Pemerintahan Umum, sepanjang diperlukan.

Pasal 160
Kejahatan-kejahatan berat
Semua kejahatan yang dilakukan antara tanggal 25 April tahun 1974 dan 31 Desember 1999 yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, merupakan sasaran proses kriminil pada pengadilan-pengadilan nasional atau internasional yang berwewenang.

Pasal 161
Penguasaan ilegal atas harta kekayaan
Penguasaan atas harta kekayaan yang bergerak dan tidak bergerak dianggap kejahatan dan harus diselesaikan berdasarkan Konsitusi dan Undang-Undang.

Pasal 162
Rekonsiliasi
1. Merupakan wewenang Komisi untuk Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi,
pelaksanaan fungsi-fungsi yang diberikan berdasarkan Peraturan UNTAET No.
2001/10.
2. Apabila dipandang perlu, wewenang, mandat dan tujuan-tujuan dari Komisi tersebut
dapat didefinisi kembali oleh Parlamen Nasional.

Pasal 163
Organisasi Yudikatif Transitoris

1. Jawatan Yudikatif kolektif yang ada di Timor Leste yang terdiri dari hakim-hakim
nasional dan hakim-hakim internasional dengan wewenang untuk mengadili
kejahatan berat yang dilakukan antara 1 Januari dan 25 Oktober 1999, dapat
melanjutkan fungsi-fungsinya untuk waktu yang betul-betul diperlukan, dalam rangka
penyelesian perkara-perkara yang sedang dalam investigasi.
2. Organisasi Yudikatif di Timor Leste, pada saat mulai berlakunya Konstitusi, tetap
berfungsi sampai dengan penetapan dan mulainya fungsi-fungsi sistim yudikatif yang
baru.
Pasal 164
Wewenang sementara dari Mahkamah Agung
1. Setelah Makamah Agung mulai berfungsi dan, sementara belum dibentuk pengadilan-
pengadilan sebagaimana tersebut pada Pasal 129, wewenangnya dijalankan oleh
Makamah Agung dan pengadilan-pengadilan lainnya.
2. Sampai dengan pembentukan dan dimulainya fungsi-fungsi Makamah Agung,
wewenang yang diberikan kepada badan ini, berdasarkan konstitusi, akan diajalankan
oleh Jawatan Yudikatif Tertinggi yang ada di Timor Leste.

Pasal 165
Hukum sebelumnya
Selama belum dirubah atau dinyatakan tidak berlaku, dapat digunakan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku di Timor Leste yang tidak bertentangan dengan Konstitusi beserta prinsip-prinsipnya.

Pasal 166
Penjelmaan Dewan Konstituante
1. Dengan disyahkannya Konstitusi Republik, Dewan Konstituante menjelmah menjadi Parlamen Nasional.
2. Dalam mandatnya yang pertama, secara khusus, Parlamen Nasional beranggotakan 88 anggota.

Pasal 167
Pemilihan Presiden Tahun 2002
Presiden terpilih, berdasarkan Peraturan UNTAET No. 2002/01, akan melaksanakan wewenang-wewenangnya dan akan mentaati mandat yang tertuang dalam Konstitusi.

Pasal 168
Mulai berlakunya Konstitusi
Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste berlaku mulai tanggal 20 Mei 2002.

Tidak ada komentar: