WORLD TRADE ORGANISATION (WTO)DAN KEPENTINGAN NEGARA-NEGARA BERKEMBANG
Muchtar Bijar Zamzamy
Pembentukan World Trade Organisation (WTO) menunjukkan bahwa suatu perubahan besar telah terjadi dalam karakter institusional sistem perdagangan dunia, dan memberikan landasan yang kokoh bagi kelanjutan pengembangan peranan lembaga ini di masa mendatang. Lembaga perdagangan internasional yang menggantikan lembaga General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) ini memiliki wewenang penuh untuk mengatur dan menjaga agar segala kesepakatan perdagangan bebas yang baru maupun yang lama tetap berjalan dengan baik, mengawasi praktik-praktik yang berkembang di dalam perdagangan dunia, dan menyelesaikan segala sengketa dagang yang timbul diantara sesama negara anggota.
Sejak WTO berdiri dan seluruh kesepakatan perdagangan multilateral di bawah lembaga tersebut mulai berfungsi pada 1 januari 1995, proses globalisasi ekonomi dan perdagangan pun dimulai. Persaingan yang terberat dengan resiko paling tinggi tidak lagi di pasaran luar negeri, tetapi di pasaran dalam negeri sendiri, karena globalisasi ekonomi dan perdagangan dunia hampir tidak mengenal tapal batas kenegaraan. Di samping itu, pada umumnya, negara-negara berkembang, khususnya yang berpenghasilan rendah dan negara-negara least-developed, memiliki kendala struktural yang disebut domestic supply constraints disebabkan response yang diberikan para produsen domestik sangat kecil terhadap peluang pasar yang begitu luas yang dihasilkan oleh liberalisasi perdagangan internasional, antara lain karena kekurangan human and physical capital, sarana dan prasarana yang dibangun tidak memadai, institusi-institusi tidak berfungsi dengan baik, dan terakhir karena seringkali tidak terdapat kestabilan politik di negara-negara tersebut.
Oleh karena itu, tidak ada cara lain yang dapat dilakukan dalam upaya menyelamatkan dan mengamankan kepentingan ekonomi dan perdagangan suata negara dari kerugian serius disebabkan membanjirnya arus barang dan jasa dari luar negeri yang masuk melalui perdagangan yang sehat (fair trade) maupun perdagangan yang tidak sehat (unfair trade), kecuali: (a) memahami dengan baik segala prinsip dasar dan pengecualian serta kelonggaran yang terkandung dalam sistem perdagangan multilateral WTO; (b) memahami sebaik-baiknya isi seluruh kesepakatan WTO beserta ruang lingkup cakupannya di sektor perdagangan barang, perdagangan jasa dan kekayaan intelektual; (c) menyesuaikan, melengkapi serta menyempurnakan segala peraturan perundangan nasional mengenai kebijaksanaan ekonomi dan perdagangan agar konsisten dengan segala kesepakatan WTO; (d) mampu menggunakan segala instrument yang tersedia di bawah kesepakatan WTO untuk melindungi dan mengamankan industri domestik, para eksportir, importir dan investor disatu pihak, dan melindungi keselamatan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan serta lingkungan dan masyarakat luas selaku konsumen di lain pihak. Dan yang terakhir adalah (e) memahami dengan baik prosedur penyelesaian sengketa WTO, karena sistem penyelesaian sengketa yang dilaksanakan oleh Dispute Settlement Body yang beranggotakan seluruh negara anggota WTO, dapat membebaskan negara-negara berkembang berpenghasilan rendah dari tekanan politik dan ekonomi negara-negara besar dalam setiap penyelesaian sengketa dagang.
Organisasi Perdagangan Dunia
Sistem perdagangan multilateral WTO mempunyai landasan institusional dan landasan hukum yang luas cakupannya dan jauh jangkauannya ke depan. Sebagai satu commercial treaty yang menuntut ratifikasi masing-masing negara anggota, seluruh kesepakatan WTO menjadi landasan hukum bagi perdagangan internasional dan merupakan kontrak yang mengikat bagi pemerintah negara-negara anggota untuk menjaga agar kebijaksanaan perdagangan yang dilaksanakan oleh masing-masing negara tidak keluar dari batas-batas yang telah disepakati. Sebagai landasan institusional, lembaga WTO memiliki the principal contractual obligations dalam menentukan bagaimana negara-negara anggota menyusun dan melaksanakan peraturan perundangan perdagangan nasional mereka, yang sekaligus memberikan landasan bagi perkembangan hubungan dagang antar negara di dunia melalui collective debates, negotiations and adjudications, (perdebatan, perundingan dan penyelesaian sengketa secara kolektif).
Sebagai satu commercial treaty, kesepakatan WTO berada di atas peraturan perundangan nasional masing-masing negara anggota dalam mengatur kebijaksanaan perdagangan beserta pelaksanaannya. Undang-undang nasional yang mengatur kebijaksanaan perdagangan yang baru saja dihasilkan oleh dewan perwakilan rakyat untuk kemudian disahkan, harus dibahas kembali dalam forum WTO. Bila tidak sesuai dengan kesepakatan WTO harus dirubah untuk disesuaikan. Dengan demikian, para anggota dewan perwakilan rakyat yang dikenal sebagai law makers di negara-negara lain, harus memahami benar akan sistem perdagangan multilateral WTO dengan cakupannya yang sangat luas dan jangkauannya yang sangat jauh ke depan sesuai dengan perkembangan.
Kepentingan Negara-Negara Berkembang
Secara luas diakui oleh para ahli ekonomi dan perdagangan bahwa sistem WTO besar sumbangannya bagi pembangunan ekonomi. Juga disadari pula bahwa negara-negara least-developed memerlukan kelonggaran berupa waktu lebih panjang untuk mewujudkan komitmen mereka terhadap kesepakatan. Dan kesepakatan ini mewarisi ketentuan GATT sebelumnya yang memberikan status khusus atau perlakuan khusus dan lebih baik kepada negara-negara berkembang. Lebih dari dua pertiga dari keanggotaan WTO adalah negara-negara berkembang dan negara-negara dalam transisi ke ekonomi pasar. Selama tujuh setengah tahun perundingan Uruguay Round, tercatat lebih dari 60 negara kelompok ini melakukan program liberalisasi atas kehendak sendiri (secara unilateral), sementara mereka memainkan peran lebih aktif dan lebih berpengaruh dibandingkan dengan dalam putaran-putaran perundingan terdahulu.
Sekitar 100 dari 141 negara anggota WTO di akhir tahun 2000 adalah negara-negara berkembang. Mereka dengan sendirinya akan lebih mampu memainkan peranan penting di dalam WTO karena jumlah yang begitu besar dan karena menjadi penting dalam perekonomian global. Dan sesuai dengan mandat yang diterima dari para menteri, WTO berusaha memenuhi keperluan khusus negara-negara berkembang dalam tiga cara, yaitu: (1) kesepakatan–kesepakatan WTO mengandung ketentuan khusus bagi kepentingan negara-negara berkembang; (2) Committee on Trade and Development yang beranggotakan seluruh negara anggota WTO mengawasi pelaksanaan ketentuan ini; (3) sekretariat WTO menyediakan bantuan teknis bagi negara-negara berkembang, terutama berupa pelatihan dalam berbagai hal. Di bawah Sekretariat WTO terdapat sejumlah legal advisers (penasihat hukum) khusus untuk membantu negara-negara berkembang yang terlibat dalam sengketa dagang dan memberikan mereka pertimbangan-pertimbangan hukum yang diperlukan. Layanan ini disediakan oleh WTO’s Technical Cooperation and Training Division, yang hingga sekarang telah dimanfaatkan dengan baik oleh sejumlah negara berkembang.
Perlakuan-perlakuan lain yang diberikan kepada negara-negara berkembang yang terdapat dalam kesepakatan-kesepakatan WTO termasuk: (a) kemampuan yang dibuat untuk meningkatkan trading opportunities negara-negara berkembang melalui akses pasar yang lebih luas; (b) ketentuan yang mewajibkan negara-negara anggota WTO mengamankan kepentingan negara-negara berkembang dalam mengambil tindakan-tindakan domestik atau internasional berdasarakan ketentuan WTO yang berdampak negatif terghadap perdagangan kelompok negara tersebut (antara lain yang menyangkut anti-dumping, safeguards, technical barriers to trade).
Kesimpulannya adalah dengan lebih memperhatikan kepentingan-kepentingan mendasar negara-negara least-developed dan negara-negara berkembang berpenghasilan rendah, selain upaya meredakan rasa khawatir dan kecemasan dari berbagai kalangan masyarakat dari berbagai negara, seluruh kesepakatan WTO perlu penyesuaian dari waktu ke waktu agar sistem perdagangan multilateral yang berlandaskan hukum ini benar-benar dapat melindungi kepentingan negara-negara kecil dan menengah, dapat meningkatkan kemampuan negara-negara berkembang berintegrasi ke dalam sistem, dapat membantu negara-negara berkembang mengatasi domestic supply constraints (hambatan dalam pengadaan produk-produk untuk keperluan domestik dan untuk diperdagangkan), dan dapat berpartisipasi penuh dalam segala aktivitas WTO, memberi perhatian lebih besar terhadap kepentingan mendasar negara-negara least-developed dan negara-negara berkembang berpenghasilan rendah ini tidak ada salahnya, karena seperti dikatakan, if low-income countries gain, everyone gains.
Muchtar Bijar Zamzamy
Pembentukan World Trade Organisation (WTO) menunjukkan bahwa suatu perubahan besar telah terjadi dalam karakter institusional sistem perdagangan dunia, dan memberikan landasan yang kokoh bagi kelanjutan pengembangan peranan lembaga ini di masa mendatang. Lembaga perdagangan internasional yang menggantikan lembaga General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) ini memiliki wewenang penuh untuk mengatur dan menjaga agar segala kesepakatan perdagangan bebas yang baru maupun yang lama tetap berjalan dengan baik, mengawasi praktik-praktik yang berkembang di dalam perdagangan dunia, dan menyelesaikan segala sengketa dagang yang timbul diantara sesama negara anggota.
Sejak WTO berdiri dan seluruh kesepakatan perdagangan multilateral di bawah lembaga tersebut mulai berfungsi pada 1 januari 1995, proses globalisasi ekonomi dan perdagangan pun dimulai. Persaingan yang terberat dengan resiko paling tinggi tidak lagi di pasaran luar negeri, tetapi di pasaran dalam negeri sendiri, karena globalisasi ekonomi dan perdagangan dunia hampir tidak mengenal tapal batas kenegaraan. Di samping itu, pada umumnya, negara-negara berkembang, khususnya yang berpenghasilan rendah dan negara-negara least-developed, memiliki kendala struktural yang disebut domestic supply constraints disebabkan response yang diberikan para produsen domestik sangat kecil terhadap peluang pasar yang begitu luas yang dihasilkan oleh liberalisasi perdagangan internasional, antara lain karena kekurangan human and physical capital, sarana dan prasarana yang dibangun tidak memadai, institusi-institusi tidak berfungsi dengan baik, dan terakhir karena seringkali tidak terdapat kestabilan politik di negara-negara tersebut.
Oleh karena itu, tidak ada cara lain yang dapat dilakukan dalam upaya menyelamatkan dan mengamankan kepentingan ekonomi dan perdagangan suata negara dari kerugian serius disebabkan membanjirnya arus barang dan jasa dari luar negeri yang masuk melalui perdagangan yang sehat (fair trade) maupun perdagangan yang tidak sehat (unfair trade), kecuali: (a) memahami dengan baik segala prinsip dasar dan pengecualian serta kelonggaran yang terkandung dalam sistem perdagangan multilateral WTO; (b) memahami sebaik-baiknya isi seluruh kesepakatan WTO beserta ruang lingkup cakupannya di sektor perdagangan barang, perdagangan jasa dan kekayaan intelektual; (c) menyesuaikan, melengkapi serta menyempurnakan segala peraturan perundangan nasional mengenai kebijaksanaan ekonomi dan perdagangan agar konsisten dengan segala kesepakatan WTO; (d) mampu menggunakan segala instrument yang tersedia di bawah kesepakatan WTO untuk melindungi dan mengamankan industri domestik, para eksportir, importir dan investor disatu pihak, dan melindungi keselamatan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan serta lingkungan dan masyarakat luas selaku konsumen di lain pihak. Dan yang terakhir adalah (e) memahami dengan baik prosedur penyelesaian sengketa WTO, karena sistem penyelesaian sengketa yang dilaksanakan oleh Dispute Settlement Body yang beranggotakan seluruh negara anggota WTO, dapat membebaskan negara-negara berkembang berpenghasilan rendah dari tekanan politik dan ekonomi negara-negara besar dalam setiap penyelesaian sengketa dagang.
Organisasi Perdagangan Dunia
Sistem perdagangan multilateral WTO mempunyai landasan institusional dan landasan hukum yang luas cakupannya dan jauh jangkauannya ke depan. Sebagai satu commercial treaty yang menuntut ratifikasi masing-masing negara anggota, seluruh kesepakatan WTO menjadi landasan hukum bagi perdagangan internasional dan merupakan kontrak yang mengikat bagi pemerintah negara-negara anggota untuk menjaga agar kebijaksanaan perdagangan yang dilaksanakan oleh masing-masing negara tidak keluar dari batas-batas yang telah disepakati. Sebagai landasan institusional, lembaga WTO memiliki the principal contractual obligations dalam menentukan bagaimana negara-negara anggota menyusun dan melaksanakan peraturan perundangan perdagangan nasional mereka, yang sekaligus memberikan landasan bagi perkembangan hubungan dagang antar negara di dunia melalui collective debates, negotiations and adjudications, (perdebatan, perundingan dan penyelesaian sengketa secara kolektif).
Sebagai satu commercial treaty, kesepakatan WTO berada di atas peraturan perundangan nasional masing-masing negara anggota dalam mengatur kebijaksanaan perdagangan beserta pelaksanaannya. Undang-undang nasional yang mengatur kebijaksanaan perdagangan yang baru saja dihasilkan oleh dewan perwakilan rakyat untuk kemudian disahkan, harus dibahas kembali dalam forum WTO. Bila tidak sesuai dengan kesepakatan WTO harus dirubah untuk disesuaikan. Dengan demikian, para anggota dewan perwakilan rakyat yang dikenal sebagai law makers di negara-negara lain, harus memahami benar akan sistem perdagangan multilateral WTO dengan cakupannya yang sangat luas dan jangkauannya yang sangat jauh ke depan sesuai dengan perkembangan.
Kepentingan Negara-Negara Berkembang
Secara luas diakui oleh para ahli ekonomi dan perdagangan bahwa sistem WTO besar sumbangannya bagi pembangunan ekonomi. Juga disadari pula bahwa negara-negara least-developed memerlukan kelonggaran berupa waktu lebih panjang untuk mewujudkan komitmen mereka terhadap kesepakatan. Dan kesepakatan ini mewarisi ketentuan GATT sebelumnya yang memberikan status khusus atau perlakuan khusus dan lebih baik kepada negara-negara berkembang. Lebih dari dua pertiga dari keanggotaan WTO adalah negara-negara berkembang dan negara-negara dalam transisi ke ekonomi pasar. Selama tujuh setengah tahun perundingan Uruguay Round, tercatat lebih dari 60 negara kelompok ini melakukan program liberalisasi atas kehendak sendiri (secara unilateral), sementara mereka memainkan peran lebih aktif dan lebih berpengaruh dibandingkan dengan dalam putaran-putaran perundingan terdahulu.
Sekitar 100 dari 141 negara anggota WTO di akhir tahun 2000 adalah negara-negara berkembang. Mereka dengan sendirinya akan lebih mampu memainkan peranan penting di dalam WTO karena jumlah yang begitu besar dan karena menjadi penting dalam perekonomian global. Dan sesuai dengan mandat yang diterima dari para menteri, WTO berusaha memenuhi keperluan khusus negara-negara berkembang dalam tiga cara, yaitu: (1) kesepakatan–kesepakatan WTO mengandung ketentuan khusus bagi kepentingan negara-negara berkembang; (2) Committee on Trade and Development yang beranggotakan seluruh negara anggota WTO mengawasi pelaksanaan ketentuan ini; (3) sekretariat WTO menyediakan bantuan teknis bagi negara-negara berkembang, terutama berupa pelatihan dalam berbagai hal. Di bawah Sekretariat WTO terdapat sejumlah legal advisers (penasihat hukum) khusus untuk membantu negara-negara berkembang yang terlibat dalam sengketa dagang dan memberikan mereka pertimbangan-pertimbangan hukum yang diperlukan. Layanan ini disediakan oleh WTO’s Technical Cooperation and Training Division, yang hingga sekarang telah dimanfaatkan dengan baik oleh sejumlah negara berkembang.
Perlakuan-perlakuan lain yang diberikan kepada negara-negara berkembang yang terdapat dalam kesepakatan-kesepakatan WTO termasuk: (a) kemampuan yang dibuat untuk meningkatkan trading opportunities negara-negara berkembang melalui akses pasar yang lebih luas; (b) ketentuan yang mewajibkan negara-negara anggota WTO mengamankan kepentingan negara-negara berkembang dalam mengambil tindakan-tindakan domestik atau internasional berdasarakan ketentuan WTO yang berdampak negatif terghadap perdagangan kelompok negara tersebut (antara lain yang menyangkut anti-dumping, safeguards, technical barriers to trade).
Kesimpulannya adalah dengan lebih memperhatikan kepentingan-kepentingan mendasar negara-negara least-developed dan negara-negara berkembang berpenghasilan rendah, selain upaya meredakan rasa khawatir dan kecemasan dari berbagai kalangan masyarakat dari berbagai negara, seluruh kesepakatan WTO perlu penyesuaian dari waktu ke waktu agar sistem perdagangan multilateral yang berlandaskan hukum ini benar-benar dapat melindungi kepentingan negara-negara kecil dan menengah, dapat meningkatkan kemampuan negara-negara berkembang berintegrasi ke dalam sistem, dapat membantu negara-negara berkembang mengatasi domestic supply constraints (hambatan dalam pengadaan produk-produk untuk keperluan domestik dan untuk diperdagangkan), dan dapat berpartisipasi penuh dalam segala aktivitas WTO, memberi perhatian lebih besar terhadap kepentingan mendasar negara-negara least-developed dan negara-negara berkembang berpenghasilan rendah ini tidak ada salahnya, karena seperti dikatakan, if low-income countries gain, everyone gains.